Rabu, 09 Maret 2011

KINGDOM PLANTAE

KINGDOM PLANTAE


Kalian tentu masih ingat tentang ganggang hijau, bukan? Ganggang hijau dipercaya memiliki hubungan yang sangat dekat dengan tumbuhan. Banyak ahli vang berpendapat bahwa ganggang hijau merupakan leluhur dari tumbuhan. Pendapat demikian dimungkinkan karena adanya beberapa kesamaan ciri yang dimiliki ganggang hijau dan tumbuhan. Berarti, tumbuhan sekarang ini dapat dikatakan hasil evolusi dari leluhur ganggang hijau.
Tumbuhan adalah kelompok makhluk hidup eukariot fotosintetik yang tersusun atas banyak sel (multiseluler) dan memiliki jaringan yang sudah berkembang dengan baik. Tumbuhan hidup pada berbagai lingkungan darat, mulai dari lingkungan hutan basah hingga daerah padang pasir atau tundra, Dalam sistem lima kingdom, semua makhluk hidup yang tergolong tumbuhan dimasukkan ke dalam kingdom Plantae. Adapun ciri-ciri makhluk hidup yang termasuk kingdom
Plantae adalah sebagai berikut.
1. Struktur tubuh berupa multiseluler, eukariot, dan memiliki sel-sel yang sudah terspesialisasi membentuk jaringan dan organ.
2. Mengandung klorofil a dan b serta karotenoid menyimpan makanan dalambentuk tepung; dan mempunyai dinding sel dari bahan selulosa.
3. Melindungi perkembangan embrio dari kekeringan dengan menyuplai air dan nutrisi ke dalam struktur reproduksi betina.
4. Mempunyai siklus hidup berupa pergiliran keturunan (metagenesis).












A. Lumut

Secara umum, kingdom Plantae dibedakan atas dua kelompok utama, yaitu tumbuhan tidak berpembuluh dan tumbuhan berpembuluh. Anggota kelompok tumbuhan tidak berpembuluh adalah semua tumbuhan lumut (Bryophyta), sedangkan kelompok tumbuhan berpembuluh (Trachaeophyta) meliputi tumbuhan paku, Gymnospermae, dan Angiospermae.

Lumut dapat dijumpai di berbagai tempat, mulai dari daerah Kutub Utara (Arktika), melintasi daerah tropis hingga ke daerah Kutub Selatan. Meskipun lumut menyukai tempat yang lembab, tumbuhan tersebut dapat juga hidup di daerah gurun, lumpur, dan sungai. Di hutan, lumut seringkali ditemukan membentuk lantai dasar hutan atau menempel pada pohon. Lumut dapat juga ditemukan menempel pada tembok, sumur, dan permukaan batu bata di sekitar lingkungan kita.



Gmbr 1. Penyebaran lumut yang hidup pada batu










1. Ciri dan Struktur Tumbuhan Lumut
Lumut umumnya berukuran kecil, tingginya kurang dari dua cm, meskipun ada juga yang tingginya mencapai setengah meter. Ukuran tubuh demikian ada kaitannya dengan ketiadaan jaringan pengangkut yang efisien pada lumut. Lumut
tidak memiliki sistem pembuluh khusus untuk mengangkut air dan mineral organik. Proses pendistribusian air berjalan lambat, yakni secara difusi.
Tumbuhan lumut tidak memiliki akar, batang, dan daunyang sebenarnya. Hanya saja, tumbuhan tersebut dikatakan memiliki struktur yang menyerupai akar, menyerupai batang, dan menyerupai daun. Sebagai pengganti akar, lumut memiliki
rizoid. Rizoid merupakan bagian dari tubuh lumut yang strukturnya menyerupai bulu-bulu akar. Melalui rizoid inilah lumut menempel pada substrat dan menyerap air serta mineral dari dalam tanah.

2. Reproduksi Tumbuhan Lumut
Tumbuhan lumut dapat bereproduksi secara aseksual dan seksual. Reproduksi aseksual (vegetatif) dapat dilakukan dengan beberapa cara, misalnya melalui pembentukan gemma atau kuncup, penyebaran spora, dan fragmentasi.
Reproduksi seksual (generatif) dilakukan dengan cara peleburan sel gamet jantan (spermatozoid) dan sel gamet betina (ovum). Spermatozoid dihasilkan oleh anteridium (organ kelamin jantan), sedangkan ovum dihasilkan oleh arkegonium
(organ kelamin betina).




Gambar-2. Penyebaran lumut yang
hidup pada pohon







Gambar-3. Struktur sel lumut

Berdasarkan letak anteridium dan arkegoniunnya. Dibedakan atas dua kelompok ;

a Lumut homotalus
Merupakan kelompok lumut yang memiliki anteridiun, arkegonium pada satu tubuh (talus). Lumut demikian disebut juga lumut berumah satu.

b. Lumut heterotalus
Merupakan kelompok lumut yang masing-masing talusnya memiliki anteridium saja atau arkegonium saja. Lumut demikian disebut juga lumut berumah dua.


3. Daur Hidup Tumbuhan Lumut
Pada umumnya, tumbuhan lumut mengalami pergiliran keturunan (metagenesis) dalam hidupnya, yaitu antara fasevegetatif dan fase generatif. Fase vegetatif dikenal sebagaigenerasi sporofit, yaitu suatu fase yang menghasilkan spora.Sebaliknya, fase generatif disebut sebagai generasi gametofit,yaitu fase yang menghasilkan sel kelamin (gamet).Pada generasi gametofit, akan terbentuk gamet jantan dan gamet betina. Jika terjadi pembuahan dari kedua macam gamet tersebut, maka akan terbentuk zigot dan berkembang menjadi sporofit. Selanjutnya, sporofit melalui sporogonium akan menghasilkan spora. Spora yang jatuh pada tempat yang sesuai akan tumbuh membentuk protonema kemudian berkembang menjadi tumbuhan lumut.


4. Klasifikasi Tumbuhan Lumut
Berdasarkan bentuk morfologi dan sifat hidup lainnya, tumbuhan lumut dapat dikelompokkan atas lumut hati, lumut tanduk, dan lumut sejati (lumut daun). Masing-masing kelompok tumbuhan lumut tersebut menempati tingkatan takson yang sama. Namun, penempatannya dalam system taksonomi mengalami perkembangan.
Sebagian ahli taksonomi botani menempatkan masing- -masing kelompok tumbuhan lumut pada tingkatan takson kelas, yaitu kelas Hepaticopsida (lumut hati), kelasAnthoceropsida (lumut tanduk), dan kelas Bryopsida (lumut sejati). Oleh sebagian ahli taksonomi lainnya, menempatkan lumut pada tingkat divisi, yaitu divisi Hepatopyta, divisi Anthocerophyta, dan divisi Bryophyta. Terlepas dari perbedaannya dalam sistem taksonomi, berikut ini kita akan membahas tentang kelompok lumut tersebut satu per satu.


a. Lumut hati
Lumut hati merupakan tumbuhan kecil yang berbentuk lembaran. Lumut hati tidak memiliki akar, batang, dan daunyang sebenarnya sehingga mereka disebut juga tumbuhan tallus. Struktur talus pada lumut hati dikenal dengan istilah lobus.

Salah satu jenis lumut hati yang paling terkenal adalah Marchantia. Setiap lobus lumut ini memiliki ukuran panjang sekitar satu sentimeter atau lebih. Permukaan atas lobus licin, sedangkan pada permukaan bawahnya terdapat sejumlah rizoid yang dapat tertanam ke dalam tanah. Marchantia dapat bereproduksi secara aseksual dan seksual. Reproduksi aseksual dilakukan dengan pembentukan gemma atau kuncup. Gemma dihasilkan dari bagian dorsal talus. Pada setiap gemma terdapat sekumpulan titik tumbuh. Gemma yang dewasa dapat terpencar atau terlepas dari talusnya karena tetesan air atau sentuhan serangga kecil. Jika gemma jatuh di tempat yang cocok, maka akan tumbuh menjadi talus (individu) baru. Cara reproduksi aseksual lainnya adalah dengan melakukan fragmentasi. Reproduksi seksual dilakukan dengan melibatkan alat kelamin jantan (anteridium) dan alat kelamin betina (arkegonium). Anteridium yang sudah matang akan mengeluarkan spermatozoid berflagel. Selanjutnya, melalui perantaraan air spermatozoid berenang menuju sel telur yang dihasilkan oleh arkegonium hingga terjadi peleburan. Hasil peleburan atau pembuahan tersebut akan membentuk zigot.
Selanjutnya, zigot akan berkembang dan tumbuh menjadi talus atau tumbuhan lumut baru. Contoh, Marchantia polymorpha dan Marchantia geminate


b. Lumut Tanduk

Lumut tanduk dapat ditemukan di sepanjang pinggir sungai, danau, atau selokan. Struktur tubuhnya hampir serupa dengan lumut hati. Itulah sebabnya ada sebagian ahli mengelom-pokkannya ke dalam lumut hati. Seperti halnya lumut hati, lumut tanduk juga mengalami pergiliran keturunan. Salah satu jenis lumut tanduk adalah Anthoceros sporophytes.

c. Lumut sejati
Lumut sejati banyak ditemukan di daerah yang lembap dan teduh. Mereka memiliki daya kompetisi yang lebih baik dibanding kelompok lumut yang lain sehingga daerah penyebarannya lebih luas. Lumut sejati dapat saja ditemukan
di daerah kutub, tropis, atau gurun. Lumut sejati merupakan tumbuhan kecil yang memiliki batang semu yang tegak dengan lembaran daun yang tersusun spiral. Sepintas tumbuhan tersebut tampak seperti rumput. Selain itu, lumut sejati ada juga yang tampak seperti hamparan karpt-, atau beledu. Di hutan, tumbuhan ini seringkali
membentuk lantai dasar hutan atau menempel pada batang kayu. Lumut sejati dapat beradaptasi di lingkungan yang “aneh”.

Misalnya, lumut tembaga (copper mosses) ditemukan hanya di daerah yang mengandung tembaga sehingga tumbuhan tersebut dapat dijadikan sebagai indikator untuk deposit tembaga. Jenis lainnya, lumut bercahaya (luminous mosses)
yang memiliki cahaya hijau keemasan ditemukan hanya di dalam gua, di bawah akar pohon, dan beberapa tempat yang teduh. Lumut sejati memiliki kutikula dan stomata sehingga dapat mencegah hilangnva air dari dalam selnya. Bila dating musim kering secara terns-inenerus dan berlangsung lama, maka lumut sejati akan mengalami dormansi. Tumbuhan tersebut tampak layu, berwarna cokelat, dan tampak seolah - olah mati. Namun, segera setelah turun hujan, lumut sejati menjadi hijau dan aktivitas metabolismenya kembali aktif.
Reproduksi lumut sejati dapat terjadi secara aseksual dan seksual. Kebanyakan reproduksi aseksual (vegetatif) dilakukan dengan cara tragmentasi. Bagian dari tumbuhan tersebut dapat tumbuh menghasilkan tunas atau kuncup. Kuncup akan berkembang erkeii-iban menjadi tumbuhan lumut baru.
Selain itu, lumut sejati juga mengalami pergiliran keturunan (metagenesis) dari fase gametofit ke fase sporofit yang berlangsung secarabergantian. Pada fase gametofit (fase generatif), tumbuhan lumut akan menghasilkan gametangium, yakni berupa anteridium dan arkegonium. Anteridium akan menghasilkan spermatozoid dan arkegonium menghasilkan sel telur. Pada fase tersebut spermatozoid berenang menuju sel telur hingga terjadi peleburan sel kelamin. Hasil peleburankedua sel kelamin akan membentuk zigot. Selanjutnya, zigot akan tumbuh menjadi sporogonitim (fase sporofit) yang tetap menempel pada tumbuhan lumut (fase gametofit).
Pada sporogonium lumut sejati terdapat bagian-bagian sebagai berikut.

1. Vaginula, yaitu semacam selubung pada pangkal tangkai sporogonium yang berasal dari dinding arkegonium.

2. Seta, yaitu tangkai sporogonium.

3. Apofisis, yaitu bentuk pelebaran dari ujung seta atau suatu peralihan dari seta ke sporogonium.

4. Sporangium, yaitu berupa kotak spora, tempat pembentukan spora. Pada bagian tengahnya terdapat kolumela yaitu bagian yang bersifat steril

5. Kaliptra, yaitu semacam kapsul atau tudung sporangium yang berasal dari dinding arkegonium.

Sporangium (kotak spora) berbentuk seperti periuk. Pada bagian ujung terdapat sederet gigi peristom yang tersusun melingkar. Sporangium juga memiliki semacam tutup kotak spora yang disebut operkulum. Operkulum biasanya akan
terlepas bila spora sudah matang. Pengeluaran spora diatur oleh gigi peristom. Kedudukan gigi peristom dapat berubah-ubah sesuai dengan kelembapan udara di sekitarnya. Jika udara lembap, maka gigi peristom akan menutup sehingga spora tidak bisa keluar. Sebaliknya, jika keadaan udara kering, maka gigi peristom membuka sehingga spora dapat keluar. Jika spora jatuh di tempat yang sesuai, maka akan tumbuh menjadi protonema. Selanjutnya, protonema akan tumbuh menjadi tumbuhan lumut sejati sebagai fase (generasi) gametofit. Dari daur hidup demikian,kalian dapat mengetahui bahwa fase gametofit lebih dominant daripada fase sporofit. Misalnya, Sphagnum, fimbriatum, Sphagnum squarrosum, Polytrichum commune, Funaria hygrometrica, Pogonatum circhatitiii, Mniodendron divaricatum dan Aerobryopsis longisima.


5. Peranan Lumut dalam Kehidupan
Kemampuan adaptasi lumut lebih baik disbanding tumbuhan berpembuluh. Lumut dapat tumbuh pada dinding batu atau celah-celah karang. Tumbuhan tersebut dapat merubah struktur batu atau karang menjadi lapisan tanah sebagai tempat tumbuh organisme lain. Itulah sebabnya tumbuhan lumut dikatakan juga sebagai vegetasi perintis. Di hutan, tumbuhan lumut sangat berperan dalam menyerap dan menahan air hujan. Artinya, tumbuhan tersebut dapat mencegah terjadinya banjir bila musim hujan dan mampu menyediakan air pada musim kemarau.
Beberapa jenis lumut memiliki nilai komersial. Misalnya Sphagnum, tumbuhan lumut ini dikenal memiliki kemampuan menyerap air yang sangat besar sehingga sering digunakan di kebun untuk memperbaiki kemampuan tanah dalam menahan air. Pada beberapa daerah yang tanahnya bersifat asam atau lembap, sisa-sisa jenis lumut Sphagnum akan menumpuk tanpa mengalami pelapukan. Tumpukan lumut tersebut disebut peat yang dapat digunakan sebagai bahan bakar. Sphagnum yang telah dibersihkan dapat juga diolah menjadi bahan pengganti
kapas. Selain itu, jenis Marchantia polymorpha diduga dapat dijadikan sebagai obat hepatitis (radang hati).




B. Tumbuhan Paku
Tumbuhan paku merupakan tumbuhan yang mendominasi daratan selama periode Karboniferus (286 juta hingga 360 juta tahun yang lalu). Tumbuhan paku dapat ditemukan di berbagai habitat, ada yang hidup di daratan yang tanahnya netral, tanah berkapur. tanah asam, dan ada juga yang hidup di air. Biasanya tumbuhar, paku menyukai tempat yang lembap dan teduh.
Tumbuhan paku sangat beraneka ragam. Kalian tentu sudah pernah melihat tumbuhan paku yang ditanam sebagai tanaman hias. Dapatkah kalian membedakan antara akar, batang, dan daun? Bukti sejarah adanya kehidupan tumbuhan paku pada zaman purba.
1. Ciri dan Struktur Tumbuhan Paku
Pada tumbuhan paku, kita sudah dapat membedakan struktur akar, batang, dan daun. Keadaan demikian menunjukkar. bahwa tumbuhan paku memiliki tingkat perkembangan yang lebih tinggi dibandingkan dengan tumbuhan lumut. Tumbuhan paku termasuk salah satu tumbuhar. berpembuluh. Artinya, pada organ akar, batang, dan daun sudah ditemukan jaringan pembuluh angkut, yakni berupa xilem dan floem.
Kalian tentu tahu fungsi kedua jenis pembuluh angkut tersebut, bukan? Pada umumnya, berkas pembuluh angkut tumbuhan paku tersusun secara kosetitris,yakni xilem di tengah dikelilingi oleh floem. Akar tumbuhan paku berupa akar serabut yang keluar dan rimpangnya. Ujung akar biasanya dilindungi oleh tudung akar atau kaliptra. Pada titik tumbuh akar terdapat sel yang dapat membelah ke arah luar membentuk kaliptra dan ke arah dalam membentuk sel-sel akar. Pada penampang melintang akar, tampak adanya jaringan dari luar ke dalam, yaitu epidermis (kulit luar), korteks (jaringan pertama), dan stele (silinder pusat). Pada silinder pusat terdapat pembuluh kayu (xilem) dan pembuluh tapis (floem). Batang tumbuhan paku kebanyakan berupa batang yang tumbuh mendatar di dalam tanah. Batang demikian dikenal dengan sebutan rimpang atau rizom. Namun, pada beberapa jenis tumbuhan paku lainnya, batang dapat tumbuh menjulang ke atas, misalnya pada paku tiang (Alsophila glauca) dan paku pohon (Cyathea sp.).
Susunan anatomi batang tumbuhan paku bermacam - macam, bergantung pada jenisnya. Pada paku garuda (Pteridum aquilinum), di sebelah dalam epidermisnya terdapat jaringan penguat yakni berupa sklerenkima. Pada paku ekor
kuda (Equisetuin arvense), sklerenkima hanya terdapat di bagian-bagian yang menonjol.
Daun tumbuhan paku memiliki ukuran yang bervariasi. Ada daun yang berukuran kecil (mikrofil) dan ada juga yang berukuran besar (makrofil). Pada umumnya, mikrofil hanya berukuran seteba: satu lapis sel dan belum dapat dibedakan antara bagian epidermis. daging daun (mesofil), dan tulang daun. Bentuk daun tersebut tampak seperti sisik atau rambut dan tidak mempunyai tangkai daun. Sebaliknya, makrofil sudah terdiferensiasi dengan jelas bagian-bagiannya, yakni berupa tangkai daun, tulang daun yang bercabang-cabang, dan mesofil. Selain itu, makrofil sudah memiliki stomata.
Berdasarkan fungsinya, daun tumbuhan paku dapatdibedakan atas sporofil dan tropofil. Sporofil adalah daun tumbuhan paku yang khusus menghasilkan spora, sedangkan tropofil adalah daun yang berfungsi untuk melakukan asimilasi. Pada permukaan bawah sporofil yang sudah dewasa umumnya terdapat suatu badan berbentuk bulat atau memanjang yang dikenal dengan istilah sorus. Sorus adalah
suatu badan yang terdiri atas beberapa kelompok sporangium atau kotak spora. Sorus yang masih muda biasanya ditutupi oleh selaput pelindung yang disebut indusium. Pada sporangium terdapat sejumlah sel penutup berdinding tebal dan menyerupai cincin yang disebut anulus. Bila anulus kekeringan, maka sel-selnya akan mengerut dan sporangium akan pecah sehingga sporanya keluar dan tersebar.
Spora tumbuhan paku cukup ringan sehingga mudah diterbangkan angin.

2. Daur Hidup Tumbuhan Paku
Tumbuhan paku juga mengalami pergiliran keturunan seperti halnya tumbuhan lumut. Pergiliran keturunan pada tumbuhan paku dapat menghasilkan dua generasi, yakni generasi gametofit dan generasi sporofit.

a. Generasi gametofit
Generasi gametofit ditandai dengan adanya protalium. Protalium adalah semacam tumbuhan baru yang berbentuk seperti jantung, berwarna hijau, dan melekat pada substrat dengan rizoidnya. Protalium tersebut biasanya berukuran kecil atau beberapa sentimeter dan tidak berumur panjang (hanya beberapa minggu saja). Artinya, generasi gametofit tidak berlangsung lama seperti halnya pada tumbuhan lumut. Di dalam protalium terdapat suatu gametangium sehingga dapat membentuk anteridium (alat kelamin jantan) dan arkegonium (alat kelamin betina). Anteridium akan menghasilkan sperma dan arkegonium akan menghasilkan sel telur. Bila terjadi pertemuan sperma dengan sel telur (fertilisasi), maka akan terbentuk zigot. Selanjutnya, zigot akan tumbuh menjadi tumbuhan paku (individu) baru.



Gambar-3. a. Paku sarang burung. b. Paku resam


b. Generasi sporofit
Generasi sporofit merupakan tumbuhan penghasil Spora, yakni berupa tumbuhan paku itu. sendiri. Spora dihasilkan oleh struktur daun khusus yang disebut sporofil. Spora tersebut menyebar diterbangkan angin. Spora yang jatuh di tempat
sesuai akan tumbuh menjadi tumbuhan baru yakni berupa protalium. Mengingat generasi sporofit merupakan tumbuhan paku ini sendiri yang dapat tumbuh, bertunas, dan berkembang biaK, maka sudah jelas bagi kita bahwa generasi sporofit
lebih dominan daripada generasi gametofit.
Berdasarkan jenis spora yang dihasilkannya, tumbuhan paku dapat dibedakan atas paku homospora, paku heterospora, dan paku peralihan antara homospora dan heterospora.
1. Paku Homospora dan Isospora
Paku homospora merupakan kelompok tumbuhan paku yang menghasilkan satu macam spora berukuran sama. Contoh, Lycopodium (paku kawat).




2. Paku heterospora dan anisospora
Paku heterospora merupakan kelompok tumbuhan paku yang menghasilkan dua macam spora dengan ukuran yang berbeda. Spora kecil atau mikrospora merupakan spora berkelamin jantan dan spora besar atau makrospora berupa spora betina. Contoh, Selaginella (paku rane) dan Marsilea crenata (semanggi).

3. Paku Peralihan antara Homospora dan Heterospora
Paku peralihan merupakan kelompok tumbuhan paku yang dapat menghasilkan spora dengan bentuk dan ukuran yang sama. Akan tetapi, sebagian spora ada yang berkelamin jantan dan ada yang berkelamin betina. Contoh, Equisetum debile
(paku ekor kuda).
Tumbuhan paku tidak hanya berkembang biak dengan spora saja, tetapi juga dengan rizomnya. Rizom yang tampak bersisik, dan beruas-ruas dapat tumbuh menjalar ke segala arah. Dari rizom tersebut akan muncul akar-akar serabut dan
tangkai daur. sehingga membentuk tumbuhan paku baru. Selain itu, pada jenis, suplir tertentu, tunas-tunas (calon tumbuhan baru) dapat muncul dari ujung tangkai daun yang bersentuhan dengan tanah.

3. Klasifikasi Tumbuhan Paku
Seperti dalam pengklasifikasian makhluk hidup lainnya, pengklasifikasian tumbuhan paku juga mengalami perubahan dan perkembangan. Artinya, tingkatan takson dalam system klasifikasi lama dapat meningkat statusnya dalam system klasifikasi yang terbaru. Misalnya, tumbuhan paku yang semula diklasifikasikan pada tingkat kelas dapat berkembang menjadi tingkat divisi. Berdasarkan klasifikasi baru dengan
sistem lima kingdom, tumbuhan paku dibedakan atas beberapa divisi, yaitu: Psilotophyta, Lycopodophyta, Equisetophyta, dan Pteridophyta.

a. Psilotophyta
Anggota tumbuhan paku Psilotophyta tidak memiliki daun atau akar sejati. Fungsi akar digantikan oleh rizoid. Psilotophyta memiliki sporangium yang terletak pada ujung - ujung cabangnya. Psilotophyta merupakan kelompok tumbuhan paku yang
sudah hampir punah. Anggota divisi ini pernah dominan pada periode Silurian hingga Devonian. Salah satu jenis Psilotophyta yang masih ada hingga sekarang ini adalah Psilotum.

b. Lycopodophyta
Jumlah anggota divisi Lycopodophyta mencapai sekitar 1.000 spesies. Mereka memiliki daun berupa mikrofil yang tersusun secara spiral. Lycopodophyta memiliki sporangium Myang muncul dari ketiak daun dan berkumpul membentuk strobilus
(seperti bentuk pentungan kayu). Kebanyakan hidup menempel pada tumbuhan lain (epifit), tetapi bukan parasit. Contoh anggota divisi ini adalah Lycopodium dan Selaginella


c. Equisetophyta
Jumlah anggota divisi Equisetophyta hanya terdapat sekitar 15 spesies. Mereka biasa tumbuh subur di tempattempat yang lembap. Daun berukuran menengah, bersisik, dan tersusun melingkar pada setiap buku. Rizom dapat menghasilkan batang yang menjulang ke atas hingga mencapai ketinggian 1,3 meter. Pada ujung batang terdapat strobilus dengan warna khusus berupa kekuning - kuningan.

d. Pteridophyta
Divisi Pteridophyta meliputi tumbuhan paku menurut pengertian kita sehari-hari. Mereka memiliki daun-daun berukuran besar (makrofil) dengan tulang-tulang daun dan daging daun (mesofil). Tinggi tumbuhan paku ini bervariasi, mulai dari yang
berukuran kecil dan tampak seperti lumut hingga tinggi menjulang seperti pohon. Anggota divisi ini ada yang tingginya mencapai enam kaki (1 kaki = 30 cm). Beberapa contoh dari Pteridophyta adalah Alsophilla glauca (paku tiang), Gleichenia
linearis (paku resam), Adiantum cuneatum (suplir), Marsilea crenata (semanggi).


4. Beberapa Tumbuhan Paku pada Kehidupan Manusia
Beberapa manfaat tumbuhan paku bagi kehidupan manusia adalah sebagai berikut.
a. Sebagai bahan obat-obatan, misalnya Lycopodium clavatum dan Dryopteris filixmas.
b. Sebagai tanaman hias, misalnya Asplenium nidus (paku sarang burung), Adiantum cuneatum (paku suplir), dan Selaginella (paku rane).
c. Sebagai tanaman sayuran, misalnya Marsilea crenata (semanggi).
d. Sebagai pupuk hijau dalam pertanian, misalnya Azolla pinnata yang hidupnya bersimbiosis dengan Anabaena azollae (ganggang biru). Anabaena azollae merupakan jenis ganggang biru yang dapat memfiksasi N2 bebas di udara. Dengan demikian, kehadiran Azolla pinnata dapat meningkatkan kesuburan tanaman pertanian.
e. Sebagai sumber bahan baku pembentukan batu bara, yakni tumbuhan paku yang sudah mati pada zaman purba.


C. Tumbuhan Berbiji
Kebanyakan tumbuhan yang kalian jumpai di sekitar lingkungan kalian adalah tumbuhan berbiji (Spermatophyta). Dikatakan demikian karena tumbuhan tersebut menghasilkan biji. Para ahli botani tertarik pada tumbuhan berbiji bukan hanya karena jumlahnya, tetapi juga karena kenekaragaman jenis dan peranannya yang menonjol dalam kehidupan kita.

1. Ciri dan Struktur Tumbuhan Berbji
Tumbuhan berbiji (Spermatophyta; spermatofita; kormofita berbiji) merupakan tumbuhan kormus sejati. Tubuh spermatophyta dapat dibedakan dengan jelas menjadi tiga bagianpokok, yaitu akar, batang, dan daun. Selain itu, tubuh
spermatophyta memiliki modifikasi dari bagian-bagian pokok tadi. Salah satu bagian tubuh tumbuhan yang telah mengalami pefkembangan sedemikian rupa adalah sporofil sehingga sifatnya sebagai daun hampir hilang sama sekali. Sporofil yang
telah terangkai dalam berbagai bentuk kumpulan sporofil akan membentuk organ yang disebut bunga. Oleh sebab itu, golongan tumbuhan berbiji disebut pula Anthophyta atau tumbuhan bunga (bahasa Yunani, anthos = bunga; phyton =
tumbuhan).

Bunga pada tumbuhan berbiji

Tumbuhan berbiji memiliki jaringan pembuluh yang bervariasi. Jaringan pembuluh berfungsi untuk mengangkut air, mineral, makanan, dan bahan-bahan lainnya dalam tumbuhan. Jaringan pembuluh yang berperan untuk mengangkut air dan mineral disebut jaringan xilem, sedangkan jaringan pembuluh yang berperan untuk mengangkut bahan makanan adalah jaringan floem. Pada hakikatnya, hampir semua tumbuhan berbiji memiliki pigmen hijau atau klorofil. Hanya beberapa jenis
yang tidak memiliki klorofil, misalnya yang termasuk tumbuhan parasit.

2. Reproduksi Tumbuhan Berbiji
Tumbuhan berbiji berkembang biak secara seksual dan aseksual. Perkembangbiakan secara seksual dengan membentuk biji yang dihasilkan dari organ reproduktif (bunga). Perkembangbiakan secara aseksual dilakukan oleh organ
vegetatif. Ciri khas Spermatophyta adalah adanya biji yang dihasilkan oleh organ bunga. Biji dihasilkan melalui peristiwa pembuahan atau fertilisasi sel-sel kelaminnya. Pada organ bunga inilah dikenal adanya peristiwa seksual pada tumbuhan. Hal tersebut melahirkan anggapan bahwa pada tumbuhan berbiji terjadi peristiwa perkawinan, walaupun yang tampaksebenarnya adalah penyerbukan (polinasi). Atas dasar peristiwa tersebut, Eichter menyebut kelompok tumbuhan berbiji dengan Phanerogamae (bahasa Yunani, phaneros = tampak jelas;gamein = kawin).
Pada peristiwa penyerbukan, serbuk sari yang jatuh ke kepala putik tumbuh menjadi badan yang berbentuk buluh. Buluh ini berfungsi untuk mengantar gamet-gamet ke tempat tujuannya, yaitu sel telur. Pertemuan antara sel gamet jantan dan betina (peristiwa pembuahan) inilah yang akan menghasilkan embrio. Berdasarkan peristiwa tersebut golongan tumbuhan berbiji disebut Embryophyta siphonogama,
yaitu tumbuhan yang memiliki embrio dan perkawinannya terjadi melalui pembentukan suatu buluh (bahasa Yunani, embryon = embrio (lembaga); phyton =
tumbuhan; siphon = pipa/buluh; gamein = kawin). Embrio pada tumbuhan berbiji bersifat bipolar atau dwipolar, yaitu salah satu kutubnya tumbuh dan berkembang membentuk batang dan daun, sedangkan kutub lainnya tumbuh dan berkembang
membentuk sistem perakaran.
Tumbuhan berbiji dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu tumbuhan Angiospermae (angiosperma; tumbuhan berbiji tertutup) dan tumbuhan Gymnospermae (gimnosperma; tumbuhan berbiji terbuka).


a. Gimnosperma (tumbuhan berbiji terbuka)
Pemberian nama kelompok gimnosperma (bahasa Yunani, gymnos = telanjang; sperma = biji) disebabkan biji-biji yang dihasilkan terdapat pada permukaan yang tampak terbuka.
1. Ciri dan Struktur Gimnosperma
Anggota gimnosperma merupakan tumbuhan berkayu dengan habitus (bentuk tubuh) berupa pohon, semak, atau perdu. Bagian kayu berasal dari berkas pembuluh angkut kolateral terbuka. Pada penampang melintang batang, berkas angkut tersebut tersusun dalam suatu lingkaran. Pada batang terjadi pertumbuhan menebal sekunder karena memiliki kambium. Di bagian xilem tidak terdapat pembuluh kayu, melainkan trakeid (kecuali Gnetum gnemon). Trakeid adalah sel xilem yang memanjang dengan kedua ujung meruncing dan berfungsi sebagai penunjang. Dinding sel trakeid memiliki lubang-lubang halus untuk saluran air dan mineral. Pada floem tidak terdapat sel-sel pengiring. Daun gimnosperma selalu berwarna hijau, mempunyai bentuk yang bermacam-macam dan bersifat kaku. Gimnosperma belum memiliki bunga sesungguhnya, kadangkadang makrosporofil (daun buah) dan mikrosporofil (benang sari) masih terkumpul dalam jumlah yang tidak terbatas pada sumbu yang panjang. Gimnosperma tidak memiliki hiasan
bunga (tereduksi). Mikrosporofil dapat membuka dan masih mempunyai kantong sari. Bakal biji (makrosporangium; nuselus) hanya mempunyai satu integumen (kuht) yang terbuka. Oleh sebab itu, bakal biji dapat secara langsung diserbuki oleh serbuk sari yang terbawa oleh angin.





Bunga Gimnosperma
a.Pinus halapensis, b. Welwichia


2. Pembentukan Gametofit pada Gymnosperma
Untuk membentuk lembaga atau embrio, seluruh tumbuhan membentuk gametofit, yaitu generasi tumbuhan yang menghasilkan gamet. Pada gimnosperma, generasi tersebut mengalami reduksi, namun tidak sebesar reduksi gametofit pada angiosperma.
Pembentukan gametofit betina terjadi dalam bakal biji, yaitu di dalam makrospora (kandung lembaga), sedangkan gametofit jantan di dalam mikrospora (serbuk sari). Makrospora akan mengadakan pembelahan inti yang disertai dengan pembentukan dinding-dinding pemisah sehingga dihasilkan sebuah makroprotalium (kandung lembaga) yang bersel banyak. Makroprotalium yang menghadap mikropil
membentuk sejumlah arkegonium yang tidak tetap yang terdiri atas satu sel telur yang besar, beberapa sel dinding leher, dan terkadang sel saluran perut. Mikropil gametofit jantan diawali dengan pembelahan sel di dalam serbuk sari. Hasilnya berupa sel-sel protalium, sel generatif (sel anteridium), dan sel vegetatif (sel tabung). Sel protalium menempel pada salah satu dinding mikrospora yang segera akan mati. Sel protalium yang telah mati berisi zat-zat makanan yang disebut endosperma primer dan akan digunakan sebagai makanan bagi embrio hasil proses pembuaban. Sel generatif terletak di dekat sel-sel protalium yang telah mati. Di sekeliling sel generatif tersebut terdapat sel vegetatif yang berukuran besar.

3. Reproduksi Seksual Pada Gymnosperma
Reproduksi seksual pada tumbuhan dicirikan dengan adanya proses pembuahan. Pada tumbuhan berbiji, sebelum terjadi proses pembuahan terdapat peristiwa penyerbukan, yaitu jatuhn-va serbui, sari di kepala putik. Setelah terjadi
penyerbukan, sel vegetatif membentuk buluh serbuk sari. Sel generatif akan membagi diri menjadi sel dinding (sel tangkai; sel bersaudara; dislokator) dan sel spermatogen. Sel spermatogen membelah lagi menjadi dua sel sperma (spermatozoid) yang kemudian bergerak ke sel telur melalui buluh serbuk sari.
Apabila spermatozoid telah bertemu dengan sel telur (proses pembuahan) di bakal biji, maka di dalam protalium terbentuk zigot yang akan tumbuh menjadi embrio. Bunga betina atau bunga majemuk seluruhnya akan berkembang menjadi buah dengan bentuk khusus yang dinamakan dennenappel (denenapel). Denenapel terdiri atas sebuah sumbu dengan sisik-sisik berkayu dengan biji di dalamnya. Karena memiliki bentuk seperti kerucut, maka dinamakan strobilus atau runjung.

4. Daur Hidup Gymnosperma
Daur hidup tumbuhan berbiji terbuka menunjukkan adanya persamaan dengan tanaman paku heterospora.







5. Klasifikasi Gymnosperma
Gymnosperma kemungkinan telah hidup di bumi sejak periode Devonian (410-360 juta tahun yang lalu). Berdasarkan pendapat para ahli taksonomi, seluruh anggota gimnosperma terbagi dalam tujuh kelas, yaitu kelas Pteridospermae, kelas
Cycadinae, kelas Bennettitinae, kelas Cordaitinae, kelas Coniferae, kelas Ginkgoinae, dan kelas Gnetinae. Namun, tiga kelas di antaranya, yaitu kelas Pteridospermae, kelas Bennettitinae, dan kelas Cordaitinae telah mengalami
kepunahan.
a. Kelas Pteridospermae (paku biji)
Tumbuhan Pteridospermae (disebut pula Cycadofilicinae atau paku biji) telah mengalami kepunahan sejak era Mesozoikum (245-65 juta tahun yang lalu; jtl.). Kelompok tersebut kemungkinan hidup pada periode Devonian (410-360 jtl.) serta mencapai puncak perkembangan pada periode Karboniferus (360-286 jtl.) dan Perm (286-245 jtl.).

b. Kelas Bennettitinae
Seluruh spesies kelas Bennettinae dimasukkan ke dalam famili Bennettitaceae.

c. Kelas Cordaitinae
Tumbuhan Cordaitinae hanya hidup di hutan pada periodeKarboniferus dan Permtubuhnya berupa pohon yang tinggi dan bercabang-cabang. Memiliki daun tunggal berbentuk lanset atau pipa dengan tulang daun sejajar. Hingga saat ini, hanya tersisa empat kelas tumbuhan gimnosperma dan oleh sebagian ahli taksonomi telah digolongkan dalam empat divisi tersendiri, yaitu divisi Pinophyta (tumbuhan konifer), divisi Cycadophyta (tumbuhan cycad), divisi Ginkgophyta (tumbuhan ginkgo), dan divisi Gnetophyta (tumbuhan gnetofita).

a. Tumbuhan konifer
Konifer merupakan tumbuhan gimnosperma yang umum ditemukan di sekitar kita. Sebanyak lebih kurang 550 spesies anggota divisi ini memiliki habitus berupa semak, perdu, atau pohon. Kebanyakan memiliki tajuk berbentuk kerucut (conus
= kerucut; ferein = mendukung) dan memiliki daun berbentuk jarum. Oleh karena itu, konifer sering disebut “pohon jarum”.


Hutan konifer
Berikut ini adalah beberapa contoh tumbuhan konifer mulai dari tingkatan takson ordo.
1. Ordo Texales, terdiri atas famili Taxaceae dan famili Cephalotaxaceae.
a. Famili Taxaceae, contoh spesies, Taxus baccata (digunakan untuk bahan baku ukiran), Torreya, dan Austrotuxus.
b. Famili Cephalotaxaceae, contoh spesies, Cephalotaxus fartanei dan Amentotaxus (tersebar di Asia Timur).
2. Ordo Araucariales, terdiri atas famili Araucariaceae. Contoh spesies: Araucaria cunninghamii dan Agathis alba (pohon damar). Agathis alba dapat menghasilkan resin dan juga sebagai tanaman hias.
3. Ordo Podocarpalles, terdiri atas famili Podocarpaceae. Contoh spesies: Podocarpus imbricata (berguna sebagai kayu bangunan).
4. Ordo Pinales, terdiri atas famili Pinaceae. Contoh spesies: Pinus silvestris (menghasilkan terpentin, kolofonium, dan kayunya untuk bahan bangunan), Pinus merkusii (menghasilkan terpentin, banyak ditanam di daerah Sumatra), Abies alba, Abies balsamea (menghasilkan balsam kanada).
5. Ordo Cupressales, terdiri atas famili Taxodiaceae dan famili Cupressaceae.
a. Famili Taxodiaceae, contoh spesies: Taxodium distichum (sebagai bahan baku bangunan) dan Sequoia gigantea (merupakan pohon raksasa).


Sequoia gigantea

b. Famili Cupressaceae, contoh spesies: Juniperus communis (buahnya digunakan sebagai bahan baku minuman keras”jenever”), Thuja gigantea, dan Thuja occidentalis (keduanya sebagai bahan bangunan).

b. Tumbuhan cycad
Sampai sekarang telah tercatat 100 spesies tumbuhancycad. Tumbuhan cycad merupakan tumbuhan berkayu yang tidak atau sedikit bercabang. Bunga tersusun dalam strobilus berumah dua. Strobilus jantan berukuran sangat besar, terdiri atas banyak sporofil yang berbentuk sisik dengan banyak mikrosporangium. Strobilus betina juga berukuran besar yang mengandung sporofil berbentuk sisik dengan dua bakal biji. Anggota tumbuhan cycad dikelompokkan lagi dalam satu ordo, yaitu ordo Cycadales dan satu famili, yaitu famili Cycadaceae. Contoh spesies: Cycas rumphii (pakis haji), Dioon edule, dan Ramia floridiana. Mereka telah menyebar hampir di seluruh dunia. Genus (marga) Dioon, Zamia, Ceratozamia,dan Microcycas menyebar di Benua Amerika, genus Encephalartos dan Stangeria di Benua Asia, genus Makrozamia di Benua Afrika, dan genus Bowenia di Benua Australia.

. Tumbuhan cycad

c. Tumbuhan ginkgo

Anggota tumbuhan ginkgo merupakan tumbuhan berumah dua. Ginkgo memiliki habitus berupa pohon bertunas panjang dan pendek. Daunnya bertangkai panjang berbentuk kipas dengan tulang daun bercabang-cabang seperti garpu. Daun tersebut akan meranggas dalam musim gugur. Tumbuhan ginkgo di kelompokkan dalam ordo Ginkgoales dan famili Ginkgoaceae. Contoh spesies: Ginkgo biloba, merupakan tumbuhan asli Tiongkok.



Tumbuhan gingko
d. Tumbuhan gnetofita
Sebanyak 90 spesies tumbuhan gnetofita merupakan tumbuhan berkayu. Tumbuhan tersebut batangnya ada yang bercabang, tidak bercabang, atau terdiri atas hipokotil yang menebal. Dalam kayu sekunder terdapat vasa (trakea). Daun-daun gnetofita tunggal berhadapan dan bunganya berkelamin tunggal. Berikut ini beberapa contoh anggota mulai dari tingkatan takson ordo.
1. Ordo Ephedrales, terdiri atas famili Ephedraceae. Contoh : Ephedra altissima.

2. Ordo Gnetales, terdiri atas famili Gnetaceae. Contoh Gnetum gnemon ( melinjo, banyak ditanam di pekarangan, daun yang muda dan buah digunakan untuk sayur, sedangkan bijinya untuk bahan baku pembuatan emping).

3. Ordo Welwitschiales, terdiri atas famili Welwitschiaceae. Contoh Welzvitschia bainesii.


6. Manfaat gimnosperma
Konifer tersebar luas di permukaan bumi dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Kayu konifer banyak digunakan sebagai bahan kontruksi bangunan dan produksi kertas. Tumbuhan ini juga menghasilkan beberapa senyawa kimia yang berharga, misalnya resin, yaitu cairan kental yang dapat melindungi konifer dari serangan jamur dan serangga (hama).


b. Angiosperma (tumbuhan berbiji tertutup)
Golongan tumbuhan berbiji tertutup merupakan golongan tumbuhan yang memiliki tingkat perkembangan lebih tinggi dibandingkan golongan tumbuhan yang lain.
1. Ciri dan struktur Angiosperma
Dibandingkan dengan gimnosperma, angiosperma memiliki beberapa ciri yang berbeda. Lihatlah perbandingan kedua kelompok tumbuhan tersebut pada Tabel 1
Angiosperma memiliki bakal biji yang tidak tampak karena terbungkus dalam suatu badan yang berasal dari daun buah, badan tersebut dinamakan bakal buah (ovule). Kadang - kadang bakal buah beserta bagian lain dari bunga akan tumbuh menjadi buah. Di dalam buah tersebut terdapat bakal biji yang telah berkembang menjadi biji.
Angiosperma memiliki bunga sesungguhnya dengan bermacam-macam bentuk dan susunan. Kebanyakan bunga bersifat hemafrodit karena memiliki alat kelamin jantan
maupun betina. Bagian-bagian bunga sesungguhnya terdiri atas kelopak bunga, mahkota bunga, benang sari, dan putik. Putik merupakan suatu alat yang terdiri atas bakal buah, tangkai kepala putik, dan kepala putik. Tumbuhan angiosperma memiliki bakal biji van, tersembunyi, oleh karena itu serbuk sari tidak dapat secara langsung mencapai bakal biji. Daun tumbuhan angiosperma pipih dan lebar. Susunan tulang daun beraneka ragam, yaitu sejajar, menyirip, atau menjari. Jenis daun tunggal atau majemuk dengan bentuk bervariasi.Batang dan akar angiosperma ada yangmemiliki cambium dan ada yang tidak memiliki kambium. Batang dapat bercabang atau tidak, sedangkan akar dapat berupa akar tunggang atau serabut.Jenis angiosperma sangat bervariasi ada yang hidup sebagai semak, perdu hingga pohon yang besar. Selain itu, ada juga yang tumbuh kecil merayap di permukaan tanah.Gametofit betina terbentuk dari hasil pembelahan inti kandung lembaga primer di dalam bakal biji. Prosesnya adalah sebagai berikut

TABEL 1. PERBEDAAN CIRI ANTARA ANGIOSPERMA DAN GIMNOSPERMA

CIRI-CIRI GIMNOSPERMA ANGIOSPERMA


Habitus (bentuk tubuh) Semak, perdu, pohon Terna, semak, perdu, pohon

Sistem akar Batang Tunggang Serabut dan tunggang

Batang Tegak lurus, bercabang-cabang Bercabang-cabang atau tidak

Daun Jarang yang berdaun lebar - Kebanyakan berdauan lebar,
Dan bersifat majemuk ada yang berdaun majemuk
dengan komposisi yang beraneka ragam

Sistem tulang daun Tidak beraneka ragam Beraneka ragam

Bunga Bunga sesungguhnya belum ada - Ada


Membentuk strobilus dan - tidak
stronilus di dalam putik

Makrosporangium (bakal biji) - bakal biji nampak dan terdapat
tampak menempel pada dalam putik
makrosporofil (daun buah)



Penyerbukan Serbuk sari jatuh di tetes- -Serbuk sari jatuh di kepala putik
penyerbukan pada bakal biji
Jarak waktu penyerbukan sampai- -Jarak waktu relatif lebih pendek
sampai pembuahan relatif panjang.

Anatomi Akar dan batang memiliki kambium Hanya memiliki sebagian
Berkas pembuluh angkut bertipe - anggota yang memiliki kambium
Kolateral terbuka. Xylem terdiri- pada akar dan batangnya bertipe
Atas trakeid. Pada floem tidak- kolateral terbuka atau tertutup
Terdapat pada sel- sel pengiring terdiri atas trakea dan trakeid.
Terdapat sel-sel pengiring




Inti kandung lembaga primer membelah tiga kali berturut-turut sehingga terbentuk delapan inti. Kedelapan inti tersebut terdiri atas:
a. tiga inti yang berhadapan dengan mikropil, yaitu sebuah sel telur dan dua sel pengapit sel telur (dinamakan sel sinergid);
b. tiga inti yang terletak pada kutub berlawanan menghadap kalaza, dinamakan antipoda (diduga berkaitan dalam hal makanan); serta
c. dua inti yang bergerak ke bagian tengah kandung lembaga yang menyatu membentuk inti kandung lembaga sekunder.
Peleburan kedua inti tersebut berlangsung pada waktu sebelum atau sesudah buluh serbuk mulai masuk ke dalam putik. Jadi, gametofit betina terdiri atas sel telur (haploid; n), sinergid (haploid; n), dan inti kandung lembaga sekunder (diploid; 2n).Pembentukan gametofit jantan dimulai dalam kantong serbuk sari. Mikrospora (serbuk sari) di dalam kantong inti mengalami pembelahan inti menjadi inti vegetatif, inti generatif, dan sel anteridium. Antara inti vegetatif yang berukuran besar dan inti generatif berukuran kecil berbentuk lensa dipisahkan dengan membran tipis. Dalam keadaan inilah, serbuk sari jatuh pada kepala putik.

3. Reproduksi angiosperma
Pembentukan lembaga atau embrio angiosperma dapat dilakukan secara seksual (melalui proses pembuahan) dan secara aseksual (tanpa melalui proses pembuahan). Pembentukan embrio tanpa melalui proses pembuahan tersebut dinamakan apomiksis.
a. Proses pembuahan pada angiosperms
Selisih waktu antara penyerbukan dan pembuahan relative pendek. Serbuk sari yang jatuh ke kepala putik (penyerbukan) akan membentuk buluh serbuk sari. Biasanya, di ujung buluh serbuk sari tersebut terdapat inti vegetatif. Sel generatif
membelah menjadi dua sel sperma (spermatozoid). Jadi, pada saat penyerbukan, butir-butir serbuk sari mengandung suatu inti vegetatif dan dua inti sperma. Setelah proses penyerbukan, buluh serbuk sari terus tumbuh hingga mencapai bakal biji
dengan menembus jaringan putik atau melalui saluran putik untuk melangsungkan proses pembuahan.
Berdasarkan cara buluh serbuk sari mencapai kandung lembaga di dalam bakal biji, maka pembuahan dibagi menjadi tiga jenis, yaitu sebagai berikut.
1. Porogami, yaitu pembuahan yang terjadi apabila buluh sari yang menuju kandung lembaga melalui mikropil.
2. Aporogami, yaitu pembuahan yang terjadi apabila buluh serbuk sari mencapai dengan menembus plasenta dan kalaza atau menembus integumen dan nuselus.
3. Kalazogami, yaitu pembuahan yang terjadi apabila buluh serbuk sari mencapai kandung lembaga dengan menembus kalaza.
Proses pembuahan yang terjadi pada bunga angiosperma adalah pembuahan ganda. Mengapa dikatakan demikian? Serbuk sari yang jatuh di kepala putik akan tumbuh menjadi buluh serbuk sari. Buluh serbuk sari terus menuju ke bakal biji dan akan menyampaikan sel-sel kelamin jantan (inti sperma I dan II) kepada sel kelamin betina. Sesampai di dalam bakal biji, sel telur (n) akan dibuahi oleh inti sperma I (n) dan terbentuk zigot (2n); inti sperma II (n) akan membuahi inti
kandung lembaga sekunder (2n) sehingga terbentuk endosperm (3n; triploid). Endosperm berguna sebagai cadangan makanan. Karena peristiwa pembuahan terjadi sebanyak dua kali, maka disebut pembuahan ganda dan hasil pembuahan tersebut berupa biji berkeping satu (monokotil) ataupun berkeping dua (dikotil).





b. Pembentukan lembaga yang apomiksis
Beberapa macam tumbuhan angiosperma masih dapat membentuk lembaga (embrio) di dalam bijinya, meskipun tidak melangsungkan proses pembuahan. Peristiwa tersebut dinamakan apomiksis.
Jenis-jenis apomiksis antara lain sebagai berikut.




Daur hidup Angiospermae


1. Partenogenesis, yaitu terbentuknya lembaga berasal dari sel telur yang tidak dibuahi. Sel-sel lembaga dapat bersifat haploid, ataupun diploid. Sel-sel lembaga diploid dihasilkan jika pada pembentukan kandung lembaga tidak terjadi melalui pembelahan meiosis terlebih dulu, peristiwa ini dinamakan apomeiosis. Perkembangan sel telur diploid secara partenogenesis banyak dijumpai pada tumbuhan yang termasuk marga Alchemilla, Taraxacum, dan Hieracium.

2. Apogami, yaitu terbentuknya lembaga berasal dari sinergid atau antipoda.

3. Adventif embrioni, yaitu terbentuknya lembaga berasal dari salah satu sel sporofit. Misalnya, salah satu sel nuselus atau sel integumen yang tumbuh menjadi lembaga,
kemudian masuk ke dalam kandung lembaga. Contoh: pada Citrus (jeruk) disebut poliembrioni

4. Klasifikasi Angiosperma
Tumbuhan berbiji tertutup dibedakan menjadi dua kelas berdasarkan jumlah daun lembaga (kotiledon) yang dimiliki anggotanya, yaitu sebagai berikut.
a. Kelas Monocotyledonae, memiliki biji dengan lembaga yang hanya memiliki satu daun lembaga.
b. Kelas Dicotyledonae, memiliki biji dengan lembaga yang memiliki dua daun lembaga.



TABEL 2 PERBEDAAN CIRI ANTARA TUMBUHAN DIKOTIL DAN MONOKOTIL
CIRI-CIRI TUMBUHAN DIKOTIL TUMBUHAN MONOKOTIL
Biji Memiliki lembaga dengan dua daun Memiliki lembaga dengan satu dau lembaga
lembaga
Ketika berkecambah, biji membelah Ketika berkecambah, biji tidak membelah
Menjadi dua
Lembaga Akar lembaga tumbuh menjadi akar Akar lembaga mati disusul dengan
tunggang yang bercabang pembentukan akar serabut
Batang Dari pangkal ke ujung berbentuk Dari pangkal ke ujung hampir sama besar
kerucut panjang bercaban-cabang tidak bercabang, dan berbuku-buku dengan
dan berbuku-buku dengan ruas ruas yang tampak jelas.
tidak jelas
Daun Tunggal atau majemuk, sering Tunggal berupih
Disertai daun penumpu
Duduk daun tersebar (berkarang) Berseling atau roset
Tulang daun menyirip atau mejari Sejajar atau melengkung
Bunga Bunga berkelipatan 2, 4, atau 5 Bunga berkelipatan 3
Anatomi Akar dan batang memiliki kambium Tidak memiliki kambium
Berkas pembuluh angkut bersifat Berkas pembuluh angkut bersifat
Kolateral terbuka korateral tertutup
Ujung akar lembaga tidak dilindungi Ujung akar dilindungi oleh koleoriza
oleh sarung pelindung dan ujung lembaga dilindungi oleh
koleoptil














5. Manfaat Angiospora
Manusia banyak memanfaatkan tumbuhan angiosperma untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, baik untuk bahan pangan, papan, maupun sandang. Oleh karena itu, pelestarian dan budi daya angiosperma teramat penting agar terjadi
keseimbangan antara kebutuhan dan produktivitasnya.Beberapa manfaat angiosperma dalam kehidupan manusia antara lain sebagai berikut.
a. Bahan pangan sumber karbohidrat, misalnya: Oryza sativa (padi), Zea mays (jagung), Triticum estivum (gandum), Solanum tuberosum (kentang), Manihot
utilissima (ketela pohon), dan Saccharum officinarum (tebu).

b. Bahan pangan sumber protein, misalnya: Glycine max (kedelai) dan Phaseolus radiatus (kacang hijau).

c. Bahan pangan sumber lemak, misalnya: Cocos nucifera (kelapa), Elaeis guineesis (kelapa sawit), dan Arachis hypogea (kacang tanah).

d. Bahan pangan (sayuran) sumber vitamin dan mineral, misalnya: Brassica oleracea (kubis), Solanum lycopersicum (tomat), Phasedus vulgaris (buncis), dan
Pisum sativum (kapri).

e. Bahan pangan (buah-buahan) sumber vitamin dan mineral, misalnya: Carica papaja (pepaya), Mangifera indica (mangga), Psidium guajava (jambu biji), Eugenea aquea (jambu air), dan Citrus sp. (jeruk).

f. Bahan sandang, misalnya: Gossipium sp. (kapas) dan Boehmeria sp. (rami).

g. Bahan pemberi rasa nikmat pada makanan atau yang lain, misalnya : Coffea sp. (kopi), Camellia sp. (teh), Theobroma cacao (kakao), dan Nicotiana tabacum
(tembakau).

h. Bahan obat-obatan, misalnya: Cinchona succirubra (kina), Eucalyptus sp. (minyak kayu putih), golongan Zingiberaceae (kencur, jahe, dan lain-lain).

i. Bahan bangunan, misalnya: Tectona grandis (jati), Swietenia mahagoni (mahoni), dan Shorea sp. (meranti).

Berikut ini beberapa contoh tumbuhan angiosperma beserta tingkatan taksonnya.

1. Tumbuhan dikotil
a. Divisi Spermatophyta
Subdivisi Angiospermae
Klas Dicotyledonae
Subklas Monochlamydeae
Ordo Piperales
Famili Piperaceae
Genus Piper
Spesies Piper nigrum (lads)

b. Divisi Spermatophyta
Subdivisi Angiospermae
Klas Dicotyledonae
Subklas Monochlamydeae
Ordo Euphorbiales
Famili Euphorbiaceae
Spesies Manihot utilissima (ketela pohon) dan
Euphorbia pulchenrima (kayu merah),
dan Hevea brasiliensis (para)





c. Divisi Spermatophyta
Subdivisi Angiospermae
Klas Dicotyledonae
Subklas Dialypetalae
Ordo Policarpicae
Famili Annonaceae
Spesies Annona squamosa (srikaya), Annona
muricata (sirsak), Annona reticulata
(buah nona), dan Canangium odo
ratium (kenanga)

d. Divisi Spermatophyta
Subdivisi Angiospermae
Klas Dicotyledonae
Subklas Dialypetalae
Ordo Rosales
Famili Mimosaceae
Spesies Leucaena glauca (lamtoro, petai cina),
Parkia speciosa (petai), Mimosa
pudica (putri malu), dan
Pittecellobium lobatum (jengkol)

e. Divisi Spermatophyta
Subdivisi Angiospermae
Klas Dicotyledonae
Subklas Dialypetalae
Ordo Rosales
Famili Caesalpiniaceae
Spesies Caesalpinia pulcherrima (kembang
merak), Tamarindus indica (asem),
dan Casia siameae (johar)

f. Divisi Spermatophyta
Subdivisi Angiospermae
Klas Dicotyledonae
Subklas Dialypetalae
Ordo Rosales
Famili Papilonaceae
Spesies Phaseolus radiatus (kacang hijau),
Phaseolus vulgaris (kacang bunds),
Arachis hypogaea (kacang tanah),
Soja max (kedelai), dan Vigna
urguiculata (kacang panjang)






g. Divisi Spermatophyta
Subdivisi Angiospermae
Klas Dicotyledonae
Ordo Myrtales
Famili Myrtaceae
Spesies Eugenia caryophillus (cengkih),
Eugenia malaccensis (jambu bol), dan
Psidium guajava (jambu biji)

h. Divisi Spermatophyta
Subdivisi Angiospermae
Klas Dicotyledonae
Ordo Malvaves
Famili Malvaceae
Spesies Gossypium sp. (kapas), Hibiscus
rosasinensis (kembang sepatu), dan
Hubiscus sabdariffa (rosela)

i. Divisi Spermatophyta
Subdivisi Angiospermae
Klas Dicotyledonae
Ordo Rutales
Famili Rutaceae
Spesies Citrus nobilis (jeruk keprok), Citrus
maxcima (jeruk bali), dan Murraila
paniculata (kemuning)

j. Divisi Spermatophyta
Subdivisi Angiospermae
Klas Dicotyledonae
Subklas Sympetalae
Ordo Solanales
Famili Solanaceae
Spesies Nicotiana tabacum (tembakau),
Solanum tuberosum (kentang),
Solanum lycopersicum (tomat), dan
Datura metel (kecubung)

k. Divisi Spermatophyta
Subdivisi Angiospermae
Klas Dicotyledonae
Subklas Sympetalae
Ordo Solanales
Famili Convolvulaceae
Spesies Ipomoea batatas (ketela rambat) dan
Ipomoea aquatica (kangkung)



l. Divisi Spermatophyta
Subdivisi Angiospermae
Klas Dicotyledonae
Subklas Sympetalae
Ordo Solanales
Famili Labiatae
Spesies Coleus scutellarioides (miyana/jawer
kotok) dan Ocimum basilicum
(kemangi)

m. Divisi Spermatophyta
Subdivisi Angiospermae
Klas Dicotyledonae
Subklas Sympetalae
Ordo Rubiales
Famili Rubiaceae
Spesies Cinchona sccirubra (king), Coffee
canephora (kopi), Morinda citrifolia
(mengkudu), dan Gardenia augusta
(kaca piring)

n. Divisi Spermatophyta
Subdivisi Angiospermae
Klas Dicotyledonae
Subklas Sympetalae
Ordo Cucurbitales
Famili Cucurbitaceae
Spesies Citrullus vulgaris (semangka),
Cucumis sativus (mentimun),
Cucurbita moschata
(labu), dan Momordica charantia
(pare)


2. Tumbuhan Monokotil
a. Divisi Spermatophyta
Subdivisi Angiospermae
Klas Monocotyledonae
Ordo Poales
Famili Poaceae (Gramineae)
Spesies Oryza sativa (padi), Zea mays
(jagung), Tritucum sativum (gandum),
Andropogon nardus (serai), Sacharum
officiarum (tebu), Dendrocalamus
riper (bambu betung), Gigantichalaoa
opus (bambu tali), dan Imperata
cylindrica (along-along)


b. Divisi Spermatophyta
Subdivisi Angiospermae
Klas Monocotyledonae
Ordo Liliales
Famili Lilianceae
Spesies Lilium longiflorum (lilia gereja),
Gloriosa superba (kembang
sungsang), Aloe vera (lidah buaya),
Alium cepa (bawang merah), dan
Alium sativum (bawang putih)

c. Divisi Spermatophyta
Subdivisi Angiospermae
Klas Monocotyledonae
Ordo Liliales
Famili Amarullidaceane
Spesies Crinum asiaticum (bakung), dan
Polianthes tuberosa (sedap malam)

d. Divisi Spermatophyta
Subdivisi Angiospermae
Klas Monocotyledonae
Ordo Liliales
Famili Dioscoreaceae
Spesies Dioscorea alata (ubi), Dioscorea
hispida (gadung), dan Dioscorea
acuminata (gembili)

e. Divisi Spermatophyta
Subdivisi Angiospermae
Klas Monocotyledonae
Ordo Bromeliales (Farinosae)
Famili Bromeliaceae
Spesies Ananas comosus (nanas)

f. Divisi Spermatophyta
Subdivisi Angiospermae
Klas Monocotyledonae
Ordo Orchidales
Famili Orchidaceae
Spesies Phlaenopsis amabulis (anggrek
bulan), Vanda tricolor (vanda),
Arachnis flas-aeris (anggrek kala), dan
Vanilla planifolia (vanili)





g. Divisi Spermatophyta/Antophyta
Subdivisi Angiospermae
Klas Monocotyledonae
Ordo Arecales
Famili Araceae
Spesies Colocasia esculentum (talas),
Amorphophallus varabilis (bunga
bangkai), Xanthosoma lindenii (talas
perak), dan Pistia stratiotes (kayu apu)


h. Divisi Spermatophyta (Antophyta)
Subdivisi Angiospermae
Klas Monocotyledonae
Ordo Arecales
Famili Arecaceae (Palmae)
Spesies Cocos nucifera (kelapa), Elaeis
guinccsis (kelapa sawit), Borassus
flabellifer (siwalan pohon lontar),
Arenga pinnata (aren [enau]), Cala
mus caesius (rotan), Salacca edulis
(salak), Metroxylon sagu (sagu), dan
Phoenix dactylifera (kurma)

i. Divisi Spermatophyta
Subdivisi Angiospermae
Klas Monocotyledonae
Ordo Pandanales
Famili Pandanaceae
Spesies Pandanus tectorius (pandan duri) dan
Pandanus samarryllifolius (pandan
wangi)

j. Divisi Spermatophyta
Subdivisi Angiospermae
Klas Monocotyledonae
Ordo Cyperales
Famili Cyperaceae
Spesies Fimbristylis globulosa (mendong) dan
Cyperus rotundus (rumput teki)









k. Divisi Spermatophyta
Subdivisi Angiospermae
Klas Monocotyledonae
Ordo Zingiberales
Famili Zingiberaceae
Spesies Zingiber officinalis (jahe), Curcuma
domestica (kunyit), Alpinia galanga
(laos), Keampferia galanga (kencur)

l. Divisi Spermatophyta
Subdivisi Angiospermae
Klas Monocotyledonae
Ordo Zingiberales
Famili Cannaceae
Spesies Canna indica (bunga tasbih)


m. Divisi Spermatophyta
Subdivisi Angiospermae
Klas Monocotyledonae
Ordo Zingiberales
Famili Marantaceae
Spesies Maranta arundinacea (umbi garut)

n. Divisi Spermatophyta
Subdivisi Angiospermae
Klas Monocotyledonae
Ordo Zingiberales
Famili Musaceae
Spesies Musa paradisiaca (pisang), Musa
textilis (pisang manila), Ravenala
madagascariensis (pisangkipas)

MODEL - MODEL PEMBELAJARAN

MODEL – MODEL PEMBELAJARAN

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF, INDUKTIF DAN DEDUKTIF
Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Cooperative Learning adalah suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih.
Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Menurut Anita Lie dalam bukunya “Cooperative Learning”, bahwa model pembelajaran Cooperative Learning tidak sama dengan sekedar belajar kelompok, tetapi ada unsur-unsur dasar yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan.
Model pembelajaran cooperative learning adalah salah satu model pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai subjek pembelajaran (student oriented). Dengan suasana kelas yang demokratis, yang saling membelajarkan memberi kesempatan peluang lebih besar dalam memberdayakan potensi siswa secara maksimal. Model pembelajaran cooperative learning akan dapat memberikan nunasa baru di dalam pelaksanaan pembelajaran oleh semua bidang studi atau mata pelajaran yang diampu guru. Karena pembelajaran cooperative learning dan beberapa hasil penelitian baik pakar pendidikan dalam maupun luar negeri telah memberikan dampak luas terhadap keberhasilan dalam proses pembelajaran. Dampak tersebut tidak saja kepada guru akan tetapi juga pada siswa, dan interaksi edukatif muncul dan terlihat peran dan fungsi dari guru maupun siswa.
Peran guru dalam pembelajaran cooperative learning sebagai fasilitator, moderator, organisator dan mediator terlihat jelas. Kondisi ini peran dan fungsi siswa terlihat, keterlibatan semua siswa akan dapat memberikan suasana aktif dan pembelajaran terkesan de-mokratis, dan masing-masing siswa punya peran dan akan memberikan pengalaman belajarnya kepada siswa lain.
Karakteristik Pembelajaran Kooperatif
Karakteristik pembelajaran kooperatif diantaranya:
Siswa bekerja dalam kelompok kooperatif untuk menguasai materi akademis.
Anggota-anggota dalam kelompok diatur terdiri dari siswa yang berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi.
Jika memungkinkan, masing-masing anggota kelompok kooperatif berbeda suku, budaya, dan jenis kelamin.
Sistem penghargaan yang berorientasi kepada kelompok daripada individu.
Selain itu, terdapat empat tahapan keterampilan kooperatif yang harus ada dalam model pembelajaran kooperatif yaitu:
Forming (pembentukan)
Functioniong (pengaturan)
Formating (perumusan)
Fermenting (penyerapan)

Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif
Sebagaimana yang telah diuraikan di atas bahwa pembelajaran Kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan dalam kelompok kecil, di mana Muslim Ibrahim (2006 : 6, dalam Depdiknas 2005 : 45) menguraikan unsur-unsur pembelajaran Kooperatif sebagai berikut:
Siswa dalam kelompoknya harus beranggapan bahwa mereka “sehidup sepenanggungan bersama”.
Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya seperti milik mereka sendiri.
Siswa harus melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama.
Siswa harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota kelompoknya.
Siswa akan dikena evaluasi atau hadiah/penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua kelompok.
Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
Siswa akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Dengan memperhatikan unsur-unsur pembelajaran kooperatif tersebut, bisa kita simpulkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif setiap siswa yang tergabung dalam kelompok harus betul-betul dapat menjalin kekompakan. Selain itu, tanggung jawab bukan saja terdapat dalam kelompok, tetapi juga dituntut tanggung jawab individu.
Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif
Apabila seorang guru ingin menggunakan pembelajaran kooperatif, maka haruslah terlebih dahulu mengerti tentang pembelajaran kooperatif tersebut. Muslim Ibrahim (dalam Depdiknas, 2005 : 46) mengemukakan ciri-ciri pembelajaran kooperatif sebagai berikut:
Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya.
Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.
Bila mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda.
Penghargaan lebih berorientasi pada individu.
Dengan memperhatikan ciri-ciri tersebut, seorang guru hendaklah dapat membentuk kelompok sesuai dengan ketentuan, sehingga setiap kelompok dapat bekerja dengan optimal.


Langkah-Langkah Cooperative Learning

No Langkah-Langkah Tingkah Laku Guru
1. Menyampaikan tujuan
dan memotivasi siswa
Pengajar menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai dan memotivasi siswa belajar
2 Menyajikan informasi Pengajar menyajikan informasi pada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
3. Mengorganisasikan
siswa kedalam
kelompok-kelompok belajar Pengajar menjelaskan pada siswa
bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien
4. Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Pengajar membimbingkelompok belajar pada saat siswa mengerjakan tugas
5. Evaluasi Pengajar mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan
hasil kerjanya
6 Memberikan Penghargaan Pengajar mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok

Teknik Pembelajaran Kooperatif
Teknik pembelajaran kooperatif diantaranya:
Mencari Pasangan
Bertukar Pasangan
Kepala Bernomor.
Keliling Kelompok

Tipe-Tipe Pembelajaran Kooperatif:
Pada pembelajaran kooperatif (cooperative learning) dikenal ada 4 tipe, yaitu sebagai berikut:
Tipe STAD (Student Team Achievement Division)
Pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) adalah pembelajaran kooperatif di mana siswa belajar dengan menggunakan kelompok kecil yang anggotanya heterogen dan menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran untuk menuntaskan materi pembelajaran, kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pembelajaran melalui tutorial, kuis satu sama lain dan atau melakukan diskusi.

Tipe Jigsaw
Tipe Jigsaw adalah salah satu model pembelajaran kooperatif di mana pembelajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa yang bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran dan mendapatkan pengalaman belajar yang maksimal, baik pengalaman individu maupun pengalaman kelompok. Pada pembelajaran tipe Jigsaw ini setiap siswa menjadi anggota dari 2 kelompok, yaitu anggota kelompok asal dan anggota kelompok ahli. Anggota kelompok asal terdiri dari 3-5 siswa yang setiap anggotanya diberi nomor kepala 1-5. Nomor kepala yang sama pada kelompok asal berkumpul pada suatu kelompok yang disebut kelompok ahli.

Investigasi Kelompok
Investigasi kelompok merupakan pembelajaran kooperatif yang paling komplek dan paling sulit untuk diterapkan, dimana siswa terlibat dalam perencanaan pemilihan topik yang dipelajari dan melakukan pentelidikan yang mendalam atas topik yang dipilihnya, selanjutnya menyiapkan dan mempresentasikan laporannya kepada seluruh kelas.
Tipe Struktural
Ada 2 macam pembelajaran koooperatif tipe struktural ini yang terkenal, yaitu:
Think Pair Share
yaitu pembelajaran kooperatif dengan menggunakan tahap-tahap pembelajaran sebagai berikut:
Tahap Pertama: Thinking (berfikir), dengan mengajukan pertanyaan, kemudian siswa diminta untuk memikirkan jawaban secara mandiri be berapa saat.
Tahap Kedua: Siswa diminta secara berpasangan untuk mendiskusikan apa yang dipikirkannya pada tahap pertama.
Tahap Ketiga: Meminta kepada pasangan untuk berbagi kepada seluruh kelas secara bergiliran.

Numbered Head Together
yaitu pembelajaran kooperatif dengan langkah-langkah sebagai berikut:
Langkah 1: siswa dibagi perkelompok dengan anggota 3-5 orang, dan setiap anggota diberi nomor 1-5.
Langkah 2: guru mengajukan pertanyaan.
Langkah 3: berfikir bersama menyatukan pendapat.
Langkah 4: nomor tertentu disuruh menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.

Pendekatan Induktif
Model pembelajaran induktif dipelopori oleh Taba (Joyce & Weil; 2002:127), model yang didesain untuk meningkatkan kemampuan berpikir. Taba (Joyce dkk, 2002) membangun model ini dengan pendekatan yang didasarkan atas tiga asumsi, yaitu:
Proses berpikir dapat dipelajari. Mengajar seperti yang digunakan oleh Taba berarti membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir induktif melalui latihan (practice).
Proses berpikir adalah suatu transaksi aktif antara individu dan data. Ini berarti bahwa siswa menyampaikan sejumlah data dari beberapa domain pelajaran. Siswa menyususn data ke dalam sistem konseptual, menghubungkan poin-poin data dengan data yang lain, membuat generalisasi dari hubungan yang mereka temukan, dan membuat kesimpulan dengan hipotesis, meramalkan dan menjelaskan fenomena.
Mengembangkan proses berpikir dengan urutan yang “sah menurut aturan”. Postulat Taba bahwa untuk menguasai keterampilan berpikir tertentu, pertama seseorang harus menguasai satu keterampilan tertentu sebelumnya, dan urutan ini tidak bisa dibalik.
Pembelajaran matematika secara induktif dimulai dari contoh-contoh untuk memahami suatu konsep. Jotce dkk (2000) membagi tiga fase strategi pembelajaran induktif yaitu: pembelajaran konsep, interpretasi data dan aplikasi prinsip. Pembentukan konsep merupakan proses berpikir yang kompleks yang mencakup membandingkan, menganalisa dan mengklasifikasikan dan penalaran induktif serta hasil dari sebuah pemahaman (Gerhard, 1971:154)
Dari identifikasi Taba dan strategi yang dikembangkan (Joyce, 2000) dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran induktif adalah suatu kegiatan belajar mengajar, dimana guru bertugas memfasilitasi siswa untuk menemukan suatu kesimpulan sebagai aplikasi hasil belajar melalui strategi pembentukan konsep, interpretasi data dan aplikasi prinsip.
Pendekatan induktif-deduktif dalam pembelajaran adalah salah satu pendekatan yang berorientasi pada paham bahwa belajar pada dasarnya adalah pengembangan intelektual. Pengembangan intelektual seseorang akan berkembang melalui dua cara, yaitu : “secara induktif dan deduktif”.(Budiarta, 2003), dalam pendekatan induktif pembahasan dimulai dengan fakta-fakta atau data-data, konsep teori yang telah diuji berkali-kali kemudian disusun ke atas menjadi suatu generalisasi kemudian ke hal yang khusus.
Pendekatan deduktif berdasarkan pada penalaran deduktif. Soedjana (1986) mengatakan bahwa pendekatan deduktif merupakan cara berpikir untuk menarik kesimpulan dari hal yang umum menjadi kasus yang khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya menggunakan pola berpikir yang disebut silogisme. Dalam silogisme ini biasanya terdiri dari dua pernyataan yang benar dan sebuah kesimpulan (konklusi). Kedua pernyataan pendukung silogisme itu disebut premis (hipotesis) yang dibedakan menjadi dua bagian, yaitu premis mayor dan premis minor. Dari kedua premis inilah dapat diperoleh sebuah kesimpulan.
Pada hakikatnya matematika merupakan suatu ilmu yang diadakan atas akal (rasio) yang berhubungan dengan benda-benda yang membutuhkan pemikiran abstrak. Di samping itu dapat dipahami pula, bahwa matematika itu adalah ilmu yang deduktif, sehingga mengajarkannya juga harus menggunakan pendekatan deduktif. Ruseffendi (1988) mengatakan bahwa pendekatan deduktif tidak asing lagi bagi kita, sebab pendekatan itu merupakan ciri khas dari pengajaran matematika.
Uraian di atas dapat diperjelas dengan contoh berikut, jika dua pasang sudut dari dua segitiga sama besar, maka pasangan sudutnya yang ketiga sama pula”. Pernyataan di atas dapat dibuat silogismenya sebagai berikut :
Premis mayor : Jumlah ketiga sudut segitiga adalah 1800
Premis minor : Dua pasang sudut dua segitiga sama besar
Kesimpulan : Pasangan sudut yang ketiga dari dua segitiga itu sama
Contoh di atas menunjukkan kepada kita bahwa penarikan kesimpulan pada kedua premis itu merupakan bukti bahwa matematika itu adalah ilmu yang dipelajari dengan pendekatan pendekatan deduktif, karena cara berpikir untuk menarik kesimpulan membutuhkan penalaran yang serius dari orang yang mempelajarinya.
Sekalipun pelajaran matematika harus diajarkan dengan pendekatan deduktif, tetapi pendekatan tersebut tidak selalu membawa hasil yang diinginkan, baik bagi guru maupun siswa, karena ketidak berhasilan siswa sekaligus juga merupakan ketidakberhasilan guru. Dengan demikian pendekatan deduktif juga harus ditunjang dengan pendekatan lain seperti pendekatan induktif, pendekatan formal, pendekatan kontekstual dan lain-lain.
Pendekatan Induktif
Pembelajaran deduktif terdiri dari lima tahap:
Guru mulai dengan kaidah-kaidah konsep (conceot rule) atau pernyataan yang mana dalam pembelajaran diupayakan untuk pembuktiannya.
Guru memberikan contoh-contoh yang menunjukkan pembuktian dari konsep.
Guru memberikan pertanyaan kepada siswa untuk mendapatkan atribut/ciri dan bukan esensi dari konsep-konsep.
siswa memberikan beberapa katagori dari contoh yang diberikan oleh guru
Menurut Soejadi (Alamsyah; 2000:9): Ciri-ciri atau atribut adalah ciri-ciri utama yang memberikan gambaran sosok utuh suatu konsep. Sedangkan atribut tidak esensial adalah ciri-ciri lain yang melengkapi konsep. Pengimplementasian model pembelajaran induktif-deduktif bisa dipadukan dengan pendekatan kooperatif. Joyce (2000:141) mengungkapkan bahwa dengan kooperatif dapat membentuk sistem sosial dan pemberian penguatan. Perpaduan model induktif-deduktif dengan pendekatan kooperatif menjadi struktur yang moderat dan guru bertindak sebagai inisiator dan pebngontrol aktivitas siswa.
Pendekatan induktif merupakan suatu proses berpikir yang dilakukan dengan cara tertentu untuk menarik kesimpulan. Soedjana (1986) mengatakan bahwa pendekatan induktif adalah pendekatan yang digunakan untuk memperoleh pengetahuan, baik diperoleh dengan akal maupun dengan percobaan. Untuk mendapatkan suatu pengetahuan yang dilakukan dengan pendekatan ini, diperlukan percobaan secara empiris. Proses berpikir demikian disebut penalaran induktif. Dengan kata lain pendekatan induktif dimulai dari contoh-contoh, kemudian membuat suatu kesimpulan.
DAFTAR PUSTAKA
http://goeroendeso.files.wordpress.com/2009/01/pembelajaran-pendekatan-tematik.pdf

http://p4tkmatematika.org/downloads/sma/pemecahanmasalah.pdf

http://www.idonbiu.com/2009/05/pembelajaran-cooperative-learning.html

http://etd.eprints.ums.ac.id/5014/1/A410010100.pdf

hhtp://Irs.ed.uiuc.edu/students/deduct.html


B. MODEL PENDEKATAN OPEN-ENDED

1. Pengertian Open-Ended
Menurut Suherman dkk (2003 :: 123) problem yang diformulasikan memiliki multi jawaban yang benar disebut problem tak lengkap atau disebut juga Open-Ended problem atau soal terbuka. Siswa yang dihadapkan dengan Open-Ended problem, tujuan utamanya bukan untuk mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada cara bagaimana sampai pada suatu jawaban. Dengan demikian bukanlah hanya satu pendekatan atau metode dalam mendapatkan jawaban, namun beberapa atau banyak. Sifat “keterbukaan” dari suatu masalah dikatakan hilang apabila hanya ada satu cara dalam menjawab permasalahan yang diberikan atau hanya ada satu jawaban yang mungkin untuk masalah tersebut. Contoh penerapan masalah Open-Ended dalam kegiatan pembelajaran adalah ketika siswa diminta mengembangkan metode, cara atau pendekatan yang berbeda dalam menjawab permasalahan yang diberikan bukan berorientasi pada jawaban (hasil) akhir.
Tujuan dari pembelajaran Open-Ended Problem menurut Nohda (Suherman, dkk, 2003; 124) ialah untuk membantu mengembangkan kegiatan kreatif dan pola pikir matematik siswa melalui problem posing secara simultan. Dengan kata lain, kegiatan kreatif dan pola pikir matematik siswa harus dikembangkan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan setiap siswa.
Pendekatan Open-Ended menjanjikan kepada suatu kesempatan kepada siswa untuk meginvestigasi berbagai strategi dan cara yang diyakininya sesuai dengan kemampuan mengelaborasi permasalahan. Tujuannya tiada lain adalah agar kemampuan berpikir matematika siswa dapat berkembang secara maksimal dan pada saat yang sama kegiatan-kegiatan kreatif dari setiap siswa terkomunikasi melalui proses pembelajaran. Inilah yang menjadi pokok pikiran pembelajaran dengan Open-Ended, yaitu pembelajaran yang membangun kegiatan interaktif antara matematika dan siswa sehingga mengundang siswa untuk menjawab permasalahan melalui berbagai strategi.
Dalam pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended, siswa diharapkan bukan hanya mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada proses pencarian suatu jawaban. Menurut Suherman dkk (2003:124) mengemukakan bahwa dalam kegiatan matematik dan kegiatan siswa disebut terbuka jika memenuhi ketiga aspek berikut :
Kegiatan siswa harus terbuka
Kegiatan matematika merupakan ragam berpikir
Kegiatan siswa dan kegiatan matematika merupakan satu kesatuan
Pada dasarnya, pendekatan Open-Ended bertujuan untuk mengangkat kegiatan kreatif siswa dan berpikir matematika secara simultan. Oleh karena itu hal yang perlu diperhatikan adalah kebebasan siswa untuk berpikir dalam membuat progress pemecahan sesuai dengan kemampuan, sikap, dan minatnya sehingga pada akhirnya akan membentuk intelegensi matematika siswa.
2. Open-Ended Problems dalam Matematika
Banyak orang yang berpendapat bahwa matematika itu adalah ‘ilmu’ yang pasti. Masalah-masalah atau persoalan matematika dapat diselesaikan dengan prosedure yang jelas, terurut, dan saklek. Hal itu berbeda dengan ilmu-ilmu sosial pada umumnya. Dalam ilmu-ilmu sosial, untuk menyelesaikan suatu permasalahan tak ada prosedure pasti yang dapat digunakan Benarkah pendapat itu? Benarkah permasalahan matematika dapat diselesaikan dengan prosedure yang pasti?
3. Mengkonstruksi Masalah Open-Ended
Menurut Suherman, dkk (2003 : 129-130) mengkonstruksi dan mengembangkan masalah Open-Ended yang tepat dan baik untuk siswa dengan tingkat kemampuan yang beragam tidaklah mudah. Akan tetapi berdasarkan penelitian yang dilakukan di Jepang dalam jangka waktu yang cukup panjang, ditemukan beberapa hal yang dapat dijadikan acuan dalam mengkonstruksi masalah, antara lain sebagai berikut:
Menyajikan permasalahan melalui situasi fisik yang nyata di mana konsep-konsep matematika dapat diamati dan dikaji siswa.
Menyajikan soal-soal pembuktian dapat diubah sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan hubungan dan sifat-sifat dari variabel dalam persoalan itu.
Menyajikan bentuk-bentuk atau bangun-bangun (geometri) sehingga siswa dapat membuat suatu konjektur.
Menyajikan urutan bilangan atau tabel sehingga siswa dapat menemukan aturan matematika.
Memberikan beberapa contoh konkrit dalam beberapa kategori sehingga siswa bisa mengelaborasi siifat-sifat dari contoh itu untuk menemukan sifat-sifat dari contoh itu untuk menemukan sifat-sifat yang umum.
Memberikan beberapa latihan serupa sehingga siswa dapat menggeneralisasai dari pekerjaannya.
4. Menyusun Rencana Pendekatan Open-Ended
Apabila guru telah mengkonstruksikan atau menformulasi masalah Open-Ended dengan baik, tiga hal yang harus diperhatikan dalam pembelajaran sebelum masalah itu ditampilkan di kelas adalah :
1. Apakah masalah itu kaya dengan konsep-konsep matematika dan berharga?
2. Apakah tingkat matematika dari masalah itu cocok untuk siswa?
3. Apakah masalah itu mengundang pengembangan konsep matematika lebih lanjut?
Pada tahap ini hal-hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan rencana pembelajaran yang baik adalah sebagai berikut:
Tuliskan respon siswa yang diharapkan.
Pembelajaran matematika dengan pendekatan Open-Ended, siswa diharapkan merespons masalah dengan berbagai cara sudut pandang. Oleh karena itu, guru harus menyiapkan atau menuliskan daftar antisipasi respons siswa terhadap masalah. Kemampuan siswa terbatas dalam mengekpresikan ide atau pikirannya, mungkin siswa tidak akan mampu menjelaskan aktivitasnya dalam memecahkan masalah itu. Tetapi mungkin juga siswa mampu menjelaskan ide-ide matematika dengan cara yang berbeda. Dengan demikian, antisipasi guru membuat atau menuliskan kemungkinan repsons yang dikemukakan siswa menjadi penting dalam upaya mengarahkan dan membantu siswa memecahkan masalah sesuai dengan cara kemampuannya.
Tujuan dari masalah itu diberikan kepada siswa harus jelas.
Guru memahami dengan baik peranan masalah itu dalam keseluruhan rencana pembelajaran. Masalah dapat diperlakukan sebagai topik yang tertentu, seperti dalam pengenalan konsep baru kepada siswa, atau sebagai rangkuman dari kegiatan belajara siswa. Berdasarkan pengalaman, masalah Open-Ended efektif untuk pengenalan konsep baru atau rangkuman kegiatan belajar.
Sajikan masalah semenarik mungkin bagi siswa
Konteks permasalahan yang diberikan atau disajikan harus dapat dikenal baik oleh siswa, dan harus membangkitkan keingintahuan serta semangat intelektual siswa. Oleh karena masalah Open-Ended memerlukan waktu untuk berpikir dan mempertimbangkan strategi pemecahannya, maka masalah itu harus mampu menarik perhatian siswa.
Lengkapi prinsip formulasi masalah, sehingga siswa mudah memahami maksud masalah itu
Masalah harus diekspresikan sedemikian rupa sehingga siswa dapat memahaminya dengan mudah dan menemukan pendekatan pemecahannya. Siswa dapat mengalami kesulitan, bila eksplanasi masalah terlalu singkat. Hal itu dapat timbul karena guru bermaksud memberikan terobosan yang cukup kepada siswa untuk memilih cara dan pendekatan pemecahan masalah. Atau dapat pula diakibatkan siswa memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki pengalaman belajar karea terbiasa megikuti petunjuk-petunjuk dari buku teks.
Berikan waktu yang cukup bagi siswa untuk mengekplorasi masalah.
Terkadang waktu yang dialokasikan tidak cukup dalam menyajikan masalah, memecahkannya, mendiskusikan pendekatan dan penyelesaian,, dan merangkum dari apa yang telah dipelajari siswa. Karena itu, guru harus memberi waktu yang cukup kepada siswa untuk mengekplorasi masalah. Berdiskusi secara aktif antar sesama siswa dan antara siswa dengan guru merupakan interaksi yang sangat penting dalam pembelajaran dengan pendekatan Open-Ended. (Tim MKPBM Jurusan Pendidikan Matematika. 2001 : 119)

5. Langkah-Langkah Menggunakan Open-Ended untuk Memotivasi Berpikir Matematika
Pendekatan open-ended dapat memberi kesempatan kepada siswa untuk memperoleh pengetahuan/ pengalaman menemukan, mengenali, dan memecahkan masalah dengan beberapa teknik. Namun, pada pendekatan open-ended masalah yang diberikan adalah masalah yang bersifat terbuka (open-ended problem) atau masalah tidak lengkap (incomplete problem). Sedangkan dasar keterbukaan masalah diklasifikasikan dalam tiga tipe, yakni:
Prosesnya terbuka, maksudnya masalah itu memiliki banyak cara penyelesaian yang benar,
Hasil akhirnya terbuka, maksudnya masalah itu memiliki banyak jawaban yang benar, dan
Cara pengembangan lanjutannya terbuka, maksudnya ketika siswa telah menyelesaikan masalahnya, mereka dapat mengembangkan masalah baru yaitu dengan cara merubah kondisi masalah sebelumnya (asli).

6. Pertanyaan Open-Ended
Dalam proses pembelajaran dengan pendekatan open-ended, biasanya lebih banyak digunakan soal-soal open-ended sebagai instrumen dalam pembelajaran. Terdapat keserupaan terhadap pengertian mengenai soal open-ended. Hancock (1995 : 496) dan Berenson (1995:183) menyatakan bahwa soal open-ended adalah soal yang memiliki lebih dari satu penyelesaian dan cara penyelesaian yang benar. Dengan demikian ciri terpenting dari soal open-ended adalah tersedianya kemungkinan dapat serta tersedia keleluasaan bagi siswa untuk memakai sejumlah metode yang dianggapnya paling sesuai dalam menyelesaikan soal itu. Dalam arti, pertanyaan pada bentuk open-ended diarahkan untuk menggiring tumbuhnya pemahaman atas masalah yang diajukan. Di dalam menyusun suatu pertanyaan open ended ada dua teknik yang dapat dilakukan.

Teknik bekerja secara terbalik (working backward).
Teknik ini terdiri dari tiga langkah, yaitu:
a. mengidentifikasi topik
b. memikirkan pertanyaan dan menuliskan jawaban lebih dulu
c. membuat pertanyaan open-ended didasarkan pada jawaban yang telah dibuat.
2. Teknik penggunaan pertanyaan standar (adapting a standard question). Teknik ini juga terdiri dari tiga langkah yaitu:
a. mengidentifikasi topik
b. memikirkan pertanyaan standar
c. membuat pertanyaan open-ended yang baik berdasarkan pertanyaan standar yang telah dibuat.

DAFTAR PUSTAKA

AlbJupri.s2007.sOpenbEndednProblemsvdalammMatematika.mhttp://mathematicse.wordpress.com/2007/12/25/open-ended-problems-dalam-matematika/
Karso. 2002. Pendidikan Matematika I. Jakarta : Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.
Suherman, Erman & Udin S. Winataputra. 1992. Strategi Belajar Mengajar Matematika. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Bagian Proyek Penataan Guru SLTP Setara D-III.

Syaban, Mumun. 2009. Menggunakan Open-Ended untuk Memotivasi Berpikir Matematika. http://educare.e-fkipunla.net Generated: 16 February, 2009, 15:58
Syafruddin. 2008. Pendekatan Open Ended Problem dalam Matematika.(http://Pusat Sumber Belajar Dit_ PSMA.htm.com/2008/09/22/pendekatan-open-ended-problem- dalam-matematika)

Tim MKPBM Jurusan Pendidikan Matematika. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).



PROBLEM BASED INSTODUCTION (PBI)
Arrends (1997) Menyatakan bahwa pembelajaran berdasarkan masalah berusaha untuk memandirikan siswa. Tuntutan guru mendorong dan mengarahkan siswa untuk bertanya dan mencari solusi sendiri masalah nyata, dan siswa menyelesaikan tugas-tugas deangan kebebasan berfikir dan dengan dorongan inkuiri terbuka. Ibrahim dan Nur (2000) menjelelaskan bahwa pembelajaran berdasarkan masalah dikembangakan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan ketrampilan intelektual; belajar berbagai peran orang dewasa memalui pelibatan mereka dalam pengalaman nayata atau simulasi; dan menjadi pebelajar yang otonom dan mandiri.
Landasan Teoritik dan Berpikir PBI
PBI berlandaskan pada psikologi kognitif. Fokus pengajaran tidak begitu menekankan kepada apa yang sedang dilakukan siswa (perilaku siswa) melainkan kepada apa yang mereka pikirkan (kognisi) pada saat mereka melakukan kegiatan itu. Oleh karena itu peran utama guru pada PBI adalah membimbing dan memfasilitasi sehingga siswa dapat belajar berfikir dan memecahkan masalah oleh mereka sendiri.
PBI dilandasi oleh tiga pikiran ahli, yaitu sebagai berikut :
John Dewey dan kelas Demokrasi
Akar intelektual pembelajaran PBI adalah penelitian John Dewey. Dalam tulisannya yang berjudul Demokrasi dan Pendidikan (1916), Dewey mengemukakan pandangan bahwa sekolah seharusnya mencerminkan masyarakat yang lebih besar dan kelas merupakan laboratorium untuk pemecahan masalah yang ada dalam kehidupan nyata. Dewey menganjurkan agar guru memberi dorongan kepada siswanya terlibat dalam proyek atau tugas-tugas berorientasi masalah dan membantu mereka menyelidiki masalahnya.
Kill Patrick (1918)
Mengemukakan bahwa pembelajaran di sekolah seharusnya bermanfaat dan tidak abstrak. Agar pembelajaran itu bermanfaat serta nyata, seharusnya siswa terlibat menyelesaikan proyek yang menarik dan merupakan pilihan mereka sendiri.
Piaget, Vygotsky dan Kontruktivisme
Piaget menjelaskan bahwa anak kecil memiliki rasa ingin tahu bawaan dan secara terus menerus berusaha memahami dunia sekitarnya. Rasa ingin tahu ini menurut Piaget, memotivasi mereka untuk aktif membangun pemahaman mereka tentang lingkungan yang mereka hayati. PBI dikembangkan berdasarkan kepada teori Piaget ini.
Bruner dan Pembelajaran Penemuan
Teori pendukung penting yang dikemukakan oleh Bruner terhadap PBI adalah pembelajaran penemuan. Pembelajaran penemuan adalah suatu model pengajaran yang menekankan pentingnya membantu siswa memahami struktur/ide kunci dari suatu disiplin ilmu. Bruner yakin pentingnya siswa terlibat di dalam pembelajaran dan dia meyakini bahwa pembelajaran yang terjadi sebenarnya melalui penemuan pribadi.
Ciri-ciri PBI
Ciri utama PBI meliputi mengorientasikan siswa kepada masalah atau pertanyaan yang autentik, multidisiplin, menuntut kerjasama dalam penyelidikan dan menghasilkan karya. Dengan demikian secara terinci ciri PBI adalah sebagai berikut :
Mengorientasikan siswa kepada masalah autentik
Berfokus pada keterkaitan antar disiplin.
Penyelidikan autentik.


Pembelajaran Matematika
Menurut Gagne (dalam Dahar, 1988:12) belajar didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Sedangkan Hudoyo (1988:1) seseorang dikatakan belajar bila dapat diasumsikan dalam diri orang itu terjadi proses kegiatan yang mengakibatkan perubahan tingkah laku.
4. Model Pembelajaran Berbasis Masalah
4. 1. Pengertian Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Model pembelajaran berbasis masalah adalah model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan keterampilan yang lebih tinggi dan inkuiri, memandiri siswa dan meningkatkan kepercayaan diri sendiri (Arends 1977:288). Pada pembelajaran ini, guru berperan untuk mengajukan permasalahan atau pertanyaan, memberikan dorongan, motivasi, menyediakan bahan ajar dan fisilitas yang diperlukan. Selain itu guru memberikan scaffolding berupa dukungan dalam upaya meningkapkan kemampuan inkuiri dan perkembangan intelekstual siswa
Karakteristik model pembelajaran berbasis masalah yaitu (1) pengajuan pertanyaan atau masalah, (2) keterkaitan dengan disiplin ilmu lain, (3) penyelidikan otentik, (4) menghasilkan “ hasil karya” dan memamerkannya, (5) kolaborasi Arends (dalam Ratumanan 2004:146).
Tujuan utama model pembelajaran berbasis masalah adalah untuk membantu siswa mengembangkan proses berpikirnya; belajar secara dewasa melalui pengalaman yang menjadikan siswa mandiri.
Ada 3 (tiga) tujuan dari model pembelajaran berbasis masalah menurut Arends (1997) yaitu: (1) mengembangkan kemampuan berpikir siswa dan kemampuan memecahkan masalah, (2) mendewasakan siswa melalui penilaian, (3) membuat siswa mandiri.
4. 2 Metode Pemecahan Masalah
Masalah adalah suatu situasi (dapat berupa pertanyaan atau issu) yang disadari dan memerlukan suatu tindakan pemecahan, serta tidak segera tersedia suatu cara untuk mengatasi situasi itu. Bell (198:310) memberikan definisi masalah adalah situasi itu disadari,ada kemauan dan merasa perlu melakukan tindakan untuk mengatasinya serta tidak segera dapat ditemukan cara mengatasi situasi tersebut. Sedangkan menurut Polya (dalam Hudoyo, 1989:2), syarat suatu masalah bagi sesorang siswa :(1) pertanyaan yang dihadapkan kepada siswa haruslah dapat diterima oleh siswa tersebut, (2) pertanyaan tersebut tidak dapat diselesaikan dengan prosedur rutin yang telah diketahui siswa. Karena itu faktor waktu jangan dipandang sebagai hal yang esensial.
Di dalam matematikan, “suatu soal atau pertanyaaan akan merupakan masalah apabila tidak terdapat aturan/hukum tertentu yang segera dapat digunakan untuk menjawab atau menyelesaikan “ (Hudoyo, 1988). Setiap masalah tentu akan diselesaikan untuk menemukan jawabannya atau pemecahannya. Menurut Polya (dalam Hudoyo, 1988:112), pemecahan masalah merupakan usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan untuk mencapai suatu tujuan yang tidak segera dapat dicapai. Selanjutnya Polya (dalam Orton, 1992), ada empat tahap yang dapat dilakukan dalam memecahkan maslah yaitu : (1) memahami masalah, (2) membuat suatu rencana, (3) melaksanakan rencana, dan (4) memeriksa kembali hasil yang telah dicapai.
5. Penerapan PBI
Penerapan model pembelajaran yang bervariasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas dan hasil belajar siswa. Model pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran yang dihadapkan siswa pada masalah autentik sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan keterampilan yang tinggi dan inkuiri, memandirikan siswa dan meningkatkan kepercayaan dirinya (Arends, 1997:288). Model ini bercirikan penggunaan masalah kehidupan nyata sebagai sesuatu yang harus dipelajari siswa untuk melatih dan meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan memecahkan masalah, serta mendapatkan konsep-konsep penting.

5. Langkah-langkah Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Prosedur pelaksanaan pembelajaran matematika dengan menerapkan model pembelajaran berbasis masalah meliputi: (1) orientasikan siswa pada masalah, (2) mengorganisasikan siswa untuk belajar, (3) membantu siswa memecahkan masalah, (4) mengembangkan dan menyajikan hasil kerja, (5) menganalisis dan mengevaluasi prose pemecahan masalah.

Tabel : Langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah
No Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
1 Fase 1: Orientasi siswa pada masalah
Menjelaskan tujuan pembelajaran
Mengingat kembali materi prasyarat
Memotivasi siswa dalam kegiatan pemecahan masalah
Mengajukan masalah
Mendengar penjelasan guru
Tanya jawab tentang materi prasyarat
Menanyakan jika ada hal yang kurang jelas
Membaca masalah
2 Fase 2: Mengorganisasi siswa untuk belajar
Membagi siswa dalam kelompok
Membantu siswa dalam mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas yang berkaitan dengan masalah
Menempatkan posisi sesuai tempat yang telah ditentukan
Menulis apa yang diketahui dan ditanyakan
3 Fase3: Membantu siswa memecahkan masalah
Mendorong siswa dalam mengumpulkan informasi yang diperlukan.
Menyelidiki untuk menjelaskan dan menyelesaikan masalah

Merencanakan menyelesaikan masalah
Menyelesaikan masalah
4 Fase 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil kerja
Membantu siswa dalam merencanakan dan mempersiapkan karya (hasil kerja)
Membantu siswa dalam memadu presentasi hasil kerja. Mempersiapkan hasil kerja
Mempresentaikan hasil kerja
5 Fase 5: Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahana masalah
Membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap penyelidikan dan proses yang digunakan
Membimbing siswa menyimpulkan materi pembelajaran
Memberi soal-soal untuk dikerjakan di rumah
Menyusun kembali hasil kerja
Menyimpulkan materi
Mencata soal-soal


DAFTAR PUSTAKA

Arends, R. (1997). Clasroom Instruction and Management.McGraw-Hill Companies. Inc. New York.

Arends, R. (2001).Learning To Teach. McGraw-Companies, Inc. New York.
Arief, S. (2005). Efektivitas Penerapan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah Pada Pokok Bahasan Sistem Persamaan linier di Kelas X SMU. Tesis tidak dipublikasikan. PPS. UNESA Surabaya

Arikunto, S, dkk.(2006). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara

Bogdan, RC & Buklen, S.K. (1998). Qualitatif Research in Education: An Intruction to Theory and Methods. Third Edition. Boston : Allyn and Baco

Dahar, R.W, (1988). Teori-teori Belajar. Depdikbud P2LPTK: Jakarta
Depdikbud. (1999). Penelitian tindakan Kelas (Classroom Action Research). Bahan pelatihan Dosen dan Guru Sekolah Menengah. Dirjen Dikti: Jakarta

Hudoyo, H. (1998). Mengajar Belajar Matematika. Depdikbud P2LPTK: Jakarta
Miles, M.B & Huberman, A.M. (1992). Analisis Data Kualitatif. Terjemahan oleh Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: Universitas Indonesia Press

Orton, A. (1992). Learning Mathematics, Isscue, Theory, and Classroom. Glenneoe. New York: McGraw-Hill

Polya, G. (1981). Mathematics Discovery; on Understanding, Learning and Teaching Problem Solving. New York: John Wilwy & Sons, Inc
Ratumanan, T.G. (2004). Belajar dan Pembelajaran. Surabaya: Unesa. Universitas Press.
Ratnaningsih, N. 2005. Mengembangkan Kemampuan Berpikir Matematik Siswa Sekolah Menengah Umum (SMU) Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Proseding Seminar Nasional Matematika pada tanggal 20 Agustus 2005, Bandung: JPM UPI


PROBLEM SOLVING (PEMECAHAN MASALAH)
Pemecahan masalah didefinisikan sebagai suatu proses penghilangan perbedaan atau ketidak-sesuaian yang terjadi antara hasil yang diperoleh dan hasil yang diinginkan (Hunsaker, 2005). Salah satu bagian dari proses pemecahan masalah adalah pengambilan keputusan (decision making), yang didefinisikan sebagai memilih solusi terbaik dari sejumlah alternatif yang tersedia (Hunsaker, 2005). Pengambilan keputusan yang tidak tepat, akan mempengaruhi kualitas hasil dari pemecahan masalah yang dilakukan.
Menurut Poyla (1957), solusi soal pemecahan masalah menurut empat langkah fase penyelesaian, yaitu memahami masalah, merencanakan penyelesaian, menyelesaikan masalah sesuai rencana, dan melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan.
Berbicara pemecahan masalah tidak bisa dilepaskan dari tokoh utamanya yaitu George Polya. Menurut Polya, dalam pemecahan suatu masalah terdapat empat langkah yang harus dilakukan yaitu :
(1) Memahami masalah,
(2) Merencanakan pemecahannya,
(3) Menyelesaikan masalah sesuai rencana langkah kedua,dan
(4) Memeriksa kembali hasil yang diperoleh (looking back).

Masalah dan Pemecahan Masalah
Masalah dalam matematika adalah sesuatu persoalan yang ia sendiri mampu menyelesaikannya tanpa menggunakan cara atau algoritma yang rutin.
Suatu persoalan itu merupakan masalah bagi seseorang jika,
Apabila persoalan itu tidak dikenalnya
Siswa harus mampu menyelesaikannya, baik kesiapan mentalnya maupun pengetahuan siapnya; terlepas dari pada apakah akhirnya ia sampai atau tidak kepada jawabannya.
Sesuatu itu merupakan pemecahan masalah baginya, bila ia ada niat menyelesaikannya
Dibawah ini beberapa soal pemecahan masalah:
Andaikan kita mempunyai 20 buah titik berbeda pada sebuah bidang. Kita ingin mengetahui banyaknya ruas garis yang dapat dihubungkan melalui ke-20 titik tersebut.
Apakah persoalan dia atas merupakan masalah bagi anda? Coba selidiki.
Pertama, kita memiliki kemampuan untuk menyelesaikannya, baik kematangan mentalnya maupun ilmu siapnya
Kedua, kecuali bagi yang sudah tahu rumusnya, kita belum mempunyai prosedur untuk menyelesaikannya.
Ketiga (ini asumsi), kita berhasrat menyelesaikannya.
Karena persoalannya merupakan masalah, maka penyelesaiannya merupakan pemecahan masalah.
Bila ada dua titik, berapa buah ruas garis dapat dihubungkan dari sebuah titik?
Bila ada 3 buah titik berapa buah ruas garis dapat ditarik dari sebuah titik?
Bagaimana kalau banyaknya 4 buah titik, 5 buah titik?
Perhatikan gambar berikut:

Dari gambar diatas didapatkan bahwa bila banyaknya titik ada 4 buah maka banyaknya ruas garis yang dapat ditarik dari sebuah titik ada 3 buah, dan bila banyaknya titik 5 buah ada 4 buah ruas garis. Sedangkan bila banyaknya titik hanya sebuah, banyaknya ruas garis yang dapat ditarik dari titik itu ke titik lain tentu tidak ada.
Dari pola tersebut, secara induktif, kita dapat menyimpulkan banyaknya ruas garis yang dapat ditarik dari sebuah titik ke titik-titik lain yang jumlahnya sembarang. Rangkumannya sebagai berikut:
Banyaknya
titik Banyaknya ruas garis yang dapat ditarik dari 1 titik Banyaknya ruas garis yang dapat ditarik
1 0 0
2 1 1
3 2 3
4 3 6
5 4 9
. . .
. . .
. . .
20 ? ?
. . .
. . .
. . .
N ? ?

Berdasarkan pada pola di kolom dua dapat disimpulkan bahwa bila banyaknya titik ada n buah, maka banyaknya ruas garis yang dapat ditarik dari sebuah titik ke titik-titik lainya ada (n-1) buah. Kebenaran dari kesimpulan ini harus tidak diragukan lagi, kita harus menunjukkannya (coba saja dengan beberapa buah n sama dengan 1, 2, 7, 10, 20). Tugas kita selanjutnya ialah mengisi kolom ketiga, terutama untuk menjawab persoalan diatas, yaitu untuk n=20.
Pada persoalan di atas kita mengetahui bahwa bila banyaknya titik ada n buah dari sebuah titik ke (n-1) titik dapat ditarik (n-1) dua buah ruas garis. Karena itu, dari n buah titik ke (n-1) titik dapat ditarik n (n-1) ruas garis. Apakah betul kesimpulan diatas? Untuk memeriksa hal diatas dapat mengganti n oleh beberapa buah bilangan tertentu misal, 1, 2, 3, dan 5.
Untuk n = 1 maka banyak ruas garis ada 1(1-1) = 0 ternyata betul.
Untuk n = 2 maka banyak ruas garis ada 2(2-1) = 2 pernyataan salah, semestinya ada sebuah.
Untuk n = 3 maka banyak ruas garis ada 3(3-1) = 6, salah. Semestinya ada tiga buah
Untuk n = 4 maka banyak ruas garis ada 4(4-1)= 12, salah. Semestinya ada enam buah
dari pernyataan diatas ada kekeliruan pada penarikan sebuah ruas garis antara dua titik yaitu dihitung dua kali. Karena itu rumus n (n-1) harus dibagi 2 menjadi (n (n-1))/2.
Maka kita peroleh kesimpulan yang ke dua yaitu melalui n buah titik (yang berbeda) dapat ditarik 1/2 n ( n-1)buah ruas garis (yang berbeda). Jadi banyaknya ruas garis yang dapat ditarik melalui 20 buah titik ada 1/2 x 20 x 19=190 buah. (catatan: sewaktu kita melakukan pemeriksaan terhadap rumus n(n-1) satu harga saja untuk n tidak berlaku sudah cukup). Dari contoh diatas dapat kita simpulkan bahwa pada penyelesaian persoalan pemecahan masalah terdapat langkah-langkah sebagai berikut:
Merumuskan permasalahan dengan jelas
Menyatakan kembali persoalannya dalam bentuk yang dapat diselesaikan
Menyusun hipoteis (sementara) dan strategi pemecahannya
Melaksanakan prosedur pemecahan
Melakukan evaluasi terhadap penyelesain
Contoh Penerapan Strategi Penyelesaian Masalah Menurut Polya
Ketika ahli matematika Jerman Carl Gauss masih duduk di sekolah dasar, guru disekolahnya meminta anak-anak untuk menetukan jumlah 100 bilangan asli pertama. Dengan memberikan soal ini, guru mengira bahwa waktu penyelesaian soal tersebut akan berlansung cukup lama. Namun demikian, diluar dugaan Gauss mampu menyelesaikan soal tersebut dengan sangat cepat. Apakah kamu dapat menyelesaikan masalah tersebut dengan cepat?
Memahami masalah, Bilangan asli yang dimaksud adalah 1,2,3,4,… . Dengan demikian masalah tersebut adalah menetukan jumlah 1+2+3+4+… +100.
Merencanakan penyelesaian, Salah satu strategi yang bisa diterapkan untuk menyelesaikan masalah ini adalah mencari kemunngkinan adanya suatu pola. Cara yang paling jelas untuk menyelesaikan masalah ini adalah menjumlahkan bilangan-bilangan tersebut secara berurutan. Akan tetapi , bila dilakukan langkah berikut: 1+100 , 2+99 , 3+98 ,… ,50+51, pada akhirnya diperoleh 50 pasangan bilangan yang masing-masing berjumlah 101.
Menyelesaikan Masalah, Terdapat 50 pasangan bilangan yang masing-masing yang berjumlah 101. Dengan demikian jumlah keseluruhannya adalah 50(101), atau 5050.
Memeriksa kembali, Metoda yang digunakan secara matematis sudah benar sebab penjumlahan dapat dilakukan dalam urutan yang berbeda-beda, dan perkalian dapat dipandang sebagai penjumlahan berulang. Masalah lebih umum dari soal yang diberikan adalah menentukan jumlah n bilangan asli pertama, 1+2+3+4+ … +n, dengan n bilangan asli. Jika n merupakan bilangan genap, maka dengan menggunakan cara yang sama seperti sebelumnya didapat n/2 pasang bilangan, yang masing-masing berjumlah n+1. Dengan demikian, jumlah keseluruhannya adalah 1+2+3+ … +n atau (n/2)(n+1). Selanjutnya muncul pertanyaan : bagaimana jika n=101 atau secara umum n berupa bilangan ganjil? Apakah rumus tersebut masih berlaku?
Untuk menyelesaikan masalah tersebut dapat juga dilakukan dengan menggunakan strategi berbeda antara lain melalui bantuan gambar geometri yang dapat disimpulkan bahwa jumlahnya adalah n(n+1)/2.
Kenapa siswa perlu dilatih menyelesaikan persoalan yang berupa pemecahan masalah?
Tipe pemecahan masalah diberikan kepada siswa berguna untuk:
Dapat menimbulkan keinginantahuan dan adanya motivasi menumbuhkan sifat kreatif.
Disamping memiliki npengetahuan dan ketrampilan ( deret hitung dan lain-lain) disyatkan adanya kemempuan untuk trampil membaca dan membuat pernyataan yang benar.
Dapat menimbulkan jawaban yang asli baru, khas dan beraneka ragam dan dapat menambah pengetahuan baru.
Dapat meningkatkan aplikasi dari ilmu pengetahuan yang sudah diperolehnya.
Mengajak siswa memiliki prosedur pemecahan masalah, mampu membuat analisis dan sintesis dan dituntut untuk membuat evaluasi terhadap hasil pemecahannya.
Merupakan kegiatan yang penting bagi siswa yang melibatkan bukan saja satu bidang studi tetapi (bila diperlukan) banyak bidang studi malahan dapat melibatkan pelajaran lain diluar pelajaran sekolah; merangsang siswa untuk nmelakukan segala kekampuannya.

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)

Pembelajaran matematika realistik (PMR) adalah sebuah pendekatan belajar matematika yang dikembangkan sejak tahun 1971 oleh sekelompok ahli matematika dari Freudenthal Institute, Utrecht University di Negeri Belanda. Pendekatan ini didasarkan pada anggapan Hans Freudenthal (1905 – 1990) bahwa matematika adalah kegiatan manusia. Menurut pendekatan ini, kelas matematika bukan tempat memindahkan matematika dari guru kepada siswa, melainkan tempat siswa menemukan kembali ide dan konsep matematika melalui eksplorasi masalah-masalah nyata. Karena itu, siswa tidak Dipandang sebagai penerima pasif, tetapi harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika di bawah bimbingan guru. Proses penemuan kembali ini dikembangkan melalui penjelajahan berbagai persoalan dunia nyata. Di sini dunia nyata diartikan sebagai segala sesuatu yang berada di luar matematika, seperti kehidupan sehari-hari, lingkungan sekitar, bahkan mata pelajaran lain pun dapat dianggap sebagai dunia nyata. Dunia nyata digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika. Untuk menekankan bahwa proses lebih penting daripada hasil, dalam pendekatan matematika realistik digunakan istilah matematisasi, yaitu proses mematematikakan dunia nyata (Sudharta dalam Diyah, 2007).
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) merupakan pendekatan dalam pembelajaran matematika yang sesuai dengan paradigma pendidikan sekarang. PMRI menginginkan adanya perubahan dalam paradigma pembelajaran, yaitu dari paradigma mengajar menjadi paradigma belajar ( Hammad, 2009 ).
Beberapa penelitian pendahuluan di beberapa negara menunjukkan bahwa pembelajaran menggunakan pendekatan realistik sekurang-kurangnya dapat membuat :
Matematika lebih menarik, relevan dan bermakna, tidak terlalu formal dan tidak terlalu abstrak.
Mempertimbangkan tingkat kemampuan siswa.
Menekankan belajar matematika pada ‘learning by doing’.
Memfasilitasi penyelesaian masalah matematika dengan tanpa menggunakan penyelesaian (algoritma) yang baku.
Menggunakan konteks sebagai titik awal pembelajaran matematika. (MKPBM, 2001 ).

Terdapat lima prinsip utama dalam ‘kurikulum’ matematika realistik :
Didominasi oleh masalah-masalah dalam konteks, melayani dua hal yaitu sebagai sumber dan sebagai terapan konsep matematika.
Perhatian diberikan pada pengembangan model-model, situasi, skema dan simbol-simbol.
Sumbangan dari para siswa sehingga siswa dapat membuat pembelajaran menjadi konstruktif dan produktif.
Interaktif sebagai karakteristik dari proses pembelajaran matematika dan
‘intertwinning’ ( membuat jalinan ) antar topik atau antar ‘strand’.
Kelima prinsip belajar ( dan mengajar ) menurut filosofi ‘realistic’ di atas inilah yang menjiwai setiap aktifitas pembelajaran matematika ( MKPBM, 2001 ).
Dalam RME pembelajaran diawali dengan masalah kontekstual (“dunia nyata”) sehingga memungkinkan siswa untuk menggunakan pengalaman sebelumnya secara langsung. Proses pencarian dari konsep yang sesuai dengan situasi nyata dikatakan oleh De Lange (1978) sebagai matematisasi konseptual. Melalui abstraksi dan formalisasi siswa akan mengembangkan konsep yang lebih komplit. Kemudian siswa dapat mengaplikasikan konsep-konsep matematika ke bidang baru dari dunia nyata (applied mathematization). Oleh karena itu, untuk menjembatani konsep-konsep matematika dengan pengalaman anak sehari-hari perlu diperhatikan matematisasi pengalaman sehari-hari (mathematization of every day experience) dan penerapan matematika dalam sehari-hari (Cinzia Bonotto, 2000) . De Lange (1987) menggambarkan konsep matematisasi dalam gambar 1.













Pembelajaran matematika dengan pendekatan PMR meliputi aspek-aspek berikut (De Lange, 1995).(a) Memulai pelajaran dengan mengajukan masalah (soal) yang “riil” (kontekstual) bagi siswa sesuai dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya, sehingga siswa segera terlibat dalam pelajaran secara bermakna, (b) permasalahan yang diberikan tentu harus diarahkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam pelajaran tersebut. (c) Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik secara informal terhadap persoalan/masalah yang diajukan, (d) Pengajaran berlangsung secara interaktif: siswa menjelaskan dan memberikan alasan terhadap jawaban yang diberikannya, memahami jawaban temannya (siswa lain), setuju terhadap jawaban temannya, menyatakan ketidaksetujuan, mencari alternatif penyelesaian yang lain; dan melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang ditempuh atau terhadap hasil pelajaran.

Hubungan Fase pembelajaran dan konsep PMR , peran guru dan aktivitas siswa digambarkan pada tabel 1:
NO Fase Pembelajaran dan konsep PMR Peranan Guru
Aktivitas Siswa

1. Fase Pengenalan
(Matematisasi konseptual) 1.Memberikan masalah kontekstual yang sesuai dengan materi pembelajaran.
2.Mengajukan pertanyaan / mengajak siswa berdiskusi untuk menghubungkan masalah yang diberikan dengan pengalaman yang telah dimiliki siswa. 1.Siswa memahami masalah kontekstual yang diajukan guru.

2. Menjawab pertanyaan –pertanyaan guru, dan mencoba menggali pengalaman yang telah dimiliknya untuk mengkonstruksi pengetahuan berdasarkan masalah kontektual

2 Fase Eksplorasi
(strategi informal ) untuk mengarah pada formalisasi Guru harus mampu membangun pembelajaran yang interaktif, baik secara individu, belajar berpasangan atau pun belajar dalam kegiatan kelompok.


2. Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif menyumbang pada proses belajar dirinya, dan secara aktif membantu siswa dalam menafsirkan persoalan riil; dan

3. Guru memberi bantuan seperlunya.



4. Memberikan motivasi, dan reward dari kemajuan siswa Aktif baik secara individu maupun kemampuan bekerja sama dalam kelompok.




2. Berupaya untuk menemukan penyelesaian masalah dengan bantuan teman sejawat.




3. Memiliki rasa percaya diri , untuk memberikan kontribusi pada kelompoknya.

4. Termotivasi.
3 Fase Meringkas (Penguatan konsep dan pengaplikasian konsep)
1. Memberikan kesempatan pada siswa untuk mengkomunikasikan perolehannya,

2. Melatih sifat demokratis, yakni berani menyampaikan gagasan, mempertahankan gagasan dan sekaligus berani pula menerima gagasan orang 1. Mengkomunikasikan perolehan dengan cara :
a. presentasi dalam bentuk diskusi kelas
b. Mempamerkan hasil karya
c.Mendemonstrasikan
d. Percaya diri
Aplikasi Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Realistik

DAFTAR PUSTAKA

http://h4mm4d.wordpress.com/2009/02/27/pendidikan-matematika-realistik-indonesia-pmri-indonesia/
D i y a h. 2007. KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) PADA KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS VII SMP. FMIPA : UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG.
http://anrusmath.wordpress.com/2009/05/13/pengembangan-2/, by andy
http://portal2.lpmpkalsel.org/PDF/Penelitian/Implementation%20Mathematics%20Realistic%20Education.pdf BY ZAHRA KHAIRANI

MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL)

Pendefinisian pembelajaran dengan pendekatan kontekstual yang dikemukakan oleh ahli sangatlah beragam, namun pada dasarnya memuat faktor-faktor yang sama. Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning, CTL) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang dimulai dengan mengambil, mensimulasikan, menceritakan, berdialog, bertanya jawab atau berdiskusi pada kejadian dunia nyata kehidupan sehari-hari yang dialami siswa, kemudian diangkat kedalam konsep yang akan dipelajari dan dibahas. Melalui pendekatan ini, memungkinkan terjadinya proses belajar yang di dalamnya siswa mengeksplorasikan pemahaman serta kemampuan akademiknya dalam berbagai variasi konteks, di dalam ataupun di luar kelas, untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya baik secara mandiri ataupun berkelompok. Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan Berns dan Ericson (2001), yang menyatakan bahwa pembelajaran dengan pendekatan kontekstual adalah suatu konsep pembelajaran yang dapat membantu guru menghubungkan materi pelajaran dengan situasi nyata, dan memotivasi siswa untuk membuat koneksi antara pengetahuan dan penerapannya dikehidupan sehari – hari dalam peran mereka sebagai anggota keluarga, warga negara dan pekerja, sehingga mendorong motivasi mereka untuk bekerja keras dalam menerapkan hasil belajarnya. Dengan demikian pembelajaran kontekstual merupakan suatu sistem pembelajaran yang didasarkan pada penelitian kognitif, afektif dan psikomotor, sehingga guru harus merencanakan pengajaran yang cocok dengan tahap perkembangan siswa, baik itu mengenai kelompok belajar siswa, memfasilitasi pengaturan belajar siswa, mempertimbangkan latar belakang dan keragaman pengetahuan siswa, serta mempersiapkan cara-teknik pertanyaan dan pelaksanaan assessmen otentiknya, sehingga pembelajaran mengarah pada peningkatan kecerdasan siswa secara menyeluruh untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya.
Selanjutnya dalam sebuah laporan untuk Northwest Regional Educational Laboratory, (Owens 2001)(Depdiknas ,2003) mengemukakan tujuh elemen kunci dari pengajaran kontekstual yaitu belajar bermakna, penerapan pengetahuan, berpikir tingkat tinggi, kurikulum yang dikembangkan berdasarkan kepada standar yang sesuai, responsif terhadap budaya, dorongan aktif serta penilaian yang otentik. Hal tersebut senada dengan Nurhadi dalam Depdiknas,(2003) yang menyatakan bahwa :
“Pembelajaran kontekstual melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran yaitu : Konstruktivisme (constructivism), menemukan (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (relfection), dan asesmen otentik ( authentic assesment).”
Pendapat lain mengenai komponen-komponen utama dari pengajaran kontekstual yaitu menurut Johnson (2002), yang menyatakan bahwa pengajaran kontekstual berarti membuat koneksi untuk menemukan makna, melakukan pekerjaan yang signifikan, mendorong siswa untuk aktif, pengaturan belajar sendiri, bekerja sama dalam kelompok, menekankan berpikir kreatif dan kritis, pengelolaan secara individual, menggapai standar tinggi, dan menggunakan asesmen otentik.
Menurut Zahorik (Nurhadi) ada lima elemen yang harus diperhatikan dalam praktek pembelajaran kontekstual, yaitu :
Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge)
Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge) dengan cara mempelajari secara keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan detailnya.
Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), yaitu dengan cara menyusun (a) Konsep sementara (hipotesis), (b) melakukan sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan (validisasi) dan atas dasar tanggapan itu (c) konsep tersebut direvisi dan dikembangkan.
Mempraktekan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge)
Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut.

Self-Regulated Learning (SRL)
Pengaturan belajar mandiri (Self Regulated Learning) menurut Bern dan Se Stefano, mencakup tiga karakteristik sentral yaitu : (1) kesadaran berpikir, (2) penggunaan strategi, dan (3) pemeliharaan motivasi. Pengembangan sifat SRL pada diri seseorang meliputi peningkatan kesadaran tentang berpikir efektif serta kemampuan menganalisis kebiasaan berpikir. Seseorang memiliki peluang untuk mengembangkan keterlibatannya secara pribadi dalam kegiatan observasi, evaluasi, dan bertindak untuk mengarahkan tiap rencana yang dia buat, strategi yang dipilih, serta evaluasi tentang pekerjaan yang dihasilkan. Agar motivasi belajar siswa selalu terpelihara baik, maka beberapa aspek yang perlu diperhatikan adalah tujuan aktivitas yang dilakukan, tingkat kesulitan serta nilainya, persepsi siswa tentang kemampuannya untuk mencapai tujuan tersebut, dan persepsi siswa apabila mereka berhasil atau gagal dalam mencapai tujuan pembelajaran. Dengan demikian SRL meliputi sikap dan kesadaran berpikir, penggunaan strategi, serta motivasi siswa dalam belajar.

Penerapan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual di dalam kelas tidaklah sulit, karena pendekatan pembelajaran ini menurut The Nortwest Regional Education Laboratory USA (Suherman, 2002) memiliki karakteristik utama, yaitu Constructivism, Inquiry, Questioning, Learning Community, Modeling, Reflection dan Authentic Assesment. Hal ini seperti yang diungkapkan Depdiknas (Nurhadi, 2002), yang menyatakan bahwa:
Penerapan CTL dalam kelas cukup mudah. Secara garis besar, sintaks (langkahnya) adalah berikut ini :
Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara mereka sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya.
Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik.
Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
Ciptakan ‘masyarakat belajar’ (belajar dalam kelompok-kelompok).
Hadirkan ‘model’ sebagai contoh pembelajaran.
Lakukan refleksi di akhir pertemuan.
Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.
Berdasarkan deskripsi karakteristik model, secara garis besar tugas–tugas perencanaan penerapan model tersebut tersusun pada matrik perencanaan sebagai berikut :
Tugas Perencanaan Penerapan Model CTL
NO SASARAN STRATEGI PENCAPAIAN SASARAN DUKUNGAN INDIKATOR PENCAPAIAN SASARAN
I Kepraktisan penerapan model CTL Rumuskan sintaks untuk setiap tahapan secara sederhana dan mudah dipahami dan dilakukan
Buku model
RP, dan BPG Tersedia pedoman berupa buku model CTL
Tersedia RP sebagai operasional dari sintaks dan buku petunjuk guru sebagai operasional pencapaian materi
Terumuskan indicator keterlaksanaan setiap tahapan dalam sintaks
jelaskan aturan pengorganisasian aktivitas siswa dan guru serta kejelasan tugas – tugas dan perilaku yang dituntut dalam pembelajaran
Karakteristik siswa, daftar hadir, nilai rapor,tes kemampuan awal, informasi dari guru
Pola interaksi
Formasi tempat duduk Tersedia pedoman berupa buku model
Tersedia petunjuk pembentukan kelompok dan daftar pembagian kelompok
Tersedia formasi tempat duduk



Rumuskan dengan jelas, sederhana, mudah dilakukan perilaku guru yang dikehendaki dalam pembelajaran dan melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran.
Petunjuk pemberian skafolding
Terumuskan indicator keterlaksanaan prinsip reaksi

II Keefektifan penerapan model CTL 1. Rumuskan kompetensi dasar dan indicator serta criteria ketuntasan pembelajaran
Kurikulum KTSP matematika 2006
Rancang masalah yang bersumber dari fakta dan lingkungan sekitar Tersedia kurikulum KTSP dan buku – buku matematika SMP kelas IX
Tersedia potret fakta dan obyek – obyek dari lingkungan sekitar sebagai bahan inspirasi dan sumber masalah.
Tersedia bank/kumpulan masalah – masalah bersumber dari fakta dan lingkungan sekitar yang memuat konsep dan prisip matematika setiap pokok bahasan
Tersedia criteria pencapaian ketuntasan pembelajaran
Merubah perilaku belajar mengajar guru dan siswa.
Guru menguasai teori – teori kontrukstivis dan praktek dalam pembelajaran matematika
RP, BPG,BS,LKS Perilaku mengajar guru sebagai fasilitator, konsultan, mediator
Perilaku belajar sebagai penemu, pemikir.
Tersedia RP, BPG,BS,LKS
Tersedia indicator dan criteria penentuan kemampuan guru mengelola pembelajaran.
Aktifkan siswa dengan pola interaksi edukatif.
Karakteristik siswa, daftar hadir, nilai rapor,tes kemampuan awal, informasi dari guru
Daftar pembagian kelompok
Formasi tempat duduk
Buku siswa dan LKS
Petunjuk pengorganisaian siswa tersedia daftar hadir, nilai rapor,tes kemampuan awal, informasi dari guru
tersedia daftar pembagian kelompok untuk setiap pertemuan.
Tersedia formasi tempat duduk
Tersedia buku siswa dan LKS
Tersedia petunjuk pengorganisasian siswa
Criteria penentuan prosentase waktu ideal aktifitas siswa tercapai
uraikan pemakaian waktu rincian waktu dalam pelaksanaan pembelajaran tersedia rencana pembelajaran dengan rincian waktu yang jelas
lakukan evaluasi hasil belajar secara kamprehensif dan rumuskan criteria penilaian assesmen autentik ( portofolio dan tes kemampuan memecahkan masalah)
pedoman penskoran dan rubric assessment
criteria ketuntasan pembelajaran tersedia instrument assesmen portofolio dan tes kemampuan memecahkan masalah
tersedia pedoman penskoran dan rubric assessment
tersedia criteria ketuntasan pembelajaran
tentukkan respon siswa dan guru yang diharapkan dalam pembelajaran indicator dan instrument respon siswa dan guru terhadap pembelajaran tersedia indicator dan instrument respon siswa dan guru terhadap pembelajaran



Berdasarkan uraian tugas-tugas perencanaan penerapan model CTL pada table diatas, maka guru harus memastikan ketersediaan seluruh daya dukung yang ditetapkan agar pembelajaran berjalan secara praktis dan efektif.

Penerapan Sintaks Model Contextual Teaching and Learning (CTL)
Setiap tahapan pada sintaks disusun / dirancang secara operasional didalam rencana pembelajaran untuk setiap pertemuannya. Didalam rencana pembelajaran terumuskan kompetensi dasar, materi prasyarat dan materi yang hendak dipelajari. Secara garis besar scenario kegiatan guru dan siswa untuk setiap tahapan pembelajaran dengan rincian waktu yang tersedia tertuang didalam rencana pembelajaran. Demikian juga strategi, pendekatan, metode, dan tehnik yang digunakan untuk mencapai kompetensi dasar yang ditetapkan adalah sebagai berikut: